Kamis, 25 April 2013

uje 4

Islam Pos panji hitam2 “Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang tegar di jalan kebenaran hingga keputusan Allah datang kepada mereka, dan mereka selalu tegar dalam jalan kebenaran,” (HR. Bukhari 6767). Breaking News Undangan MTI: Perlukah Hukum Santet Diatur Negara?Posted 3 hours ago HTI Jawa Barat Tolak Kenaikan Harga BBMPosted 3 hours ago Uje Akan Dishalatkan Di Masjid IstiqlalPosted 4 hours ago Ustadz Jeffry Dan Tulisan ‘Mungkinkah Engkau Masih Hidup?’Posted 4 hours ago Puluhan Demonstran Mesir Gelar Aksi Dukung MubarakPosted 4 hours ago AS-Inggris Tuduh Assad Gunakan Senjata Kimia Kepada Pejuang SuriahPosted 4 hours ago Puluhan Orang Ditemukan Hidup Di Bawah Reruntuhan Pabrik Di BangladeshPosted 18 mins ago Pakistan Secara Resmi Tangkap Musharraf Terkait Pembunuhan Benazir BhuttoPosted 32 mins ago Indonesia-Yordania Sepakat Dirikan Bank IslamPosted 2 hours ago Pesan Terakhir Uje: ‘Kembali PadaNya Adalah Yang Terbaik’Posted 2 hours ago Home > Lainnya > Kisah Hidup Uje (4) Umroh Bersama Umi; Titik Balik Uje Kisah Hidup Uje (4) Umroh Bersama Umi; Titik Balik Uje By Admin Islampos on April 26, 2013 uje4PERNAH, karena pengaruh obat, suatu kali pandangan Uje jadi kabur. Mau melihat arloji di tangan saja, ia harus mendekatkan wajahnya, sambil menggoyang-goyangkan kepala dan membelalakkan mata supaya bisa melihat dengan lebih jelas. “Parah, ya? Begitulah kebandelanku terus berlangsung,” kenangnya. KECANDUAN KIAN PARAH Suatu hari di tahun 1992, Apih meninggal karena sakit. Uje menyesal bukan main karena selama ini selalu mengabaikan nasihat Apih. Menjelang kepergiannya, Uje berdiri di samping tempat tidurnya di rumah sakit sambil menangis. Melihat Uje seperti itu, Apih mengatakan, “Laki-laki tak boleh menangis. Laki-laki pantang keluar air mata,” ujar Apih. Uje mengenang, “Bayangkan, bahkan di saat-saat terakhirnya pun Apih tetap menunjukkan sikapnya yang penuh kasih padaku yang durhaka ini.” Sore itu Uje dimintanya pulang ke rumah dan beliau memberinya ongkos. Uje menurut. Begitu Uje pulang, Allah mengambilnya. “Aku syok berat. Saat Apih dimakamkan, aku turun ke liang lahat dan memeluk jasadnya. Aku tak mau beranjak meski makam akan ditutup. Aku tak mau melepas kepergiannya. Aku menyesali perbuatanku. Selama Apih masih hidup, aku tak pernah mau mendengarkan ucapannya,” papar Uje. Sejak itu, Umi membesarkan Uje dan saudara-saudaranya. Tapi pasca kematian ayahnya itu, hidup Uje terus berjalan ke titik yang paling kelam. Kebandelannya bahkan makin menjadi dan Kesombongannya juga lebih besar daripada sebelumnya karena merasa berprestasi dan punya uang banyak. “Tak seorang pun kudengarkan lagi nasihatnya,” aku Uje waktu itu. Ketika temannya menasihati, ia mencibir. “Siapa dia sampai aku harus mendengarkan ucapannya? Ucapan orang tua saja tak kugubris!” seru Uje. Uje tenggelam dalam dunianya sendiri dan jadi pecandu narkoba. Waktu itu, Uje beralasan karena ada masalah di rumah. Uje mengaku ia makin jauh dari Allah. Padahal, sebelah rumahnya terletak sebuah masjid. Ketika orang berpuasa di bulan Ramadan pun, Uje tetap melakukan kemaksiatan. Lalu, saat Lebaran tiba dan orang-orang sibuk bertakbir, Uje malah sibuk mencari celah waktu dan tempat di mana ia bisa berbuat maksiat. Semua ilmu agama yang pernah dipelajari dan kemampuan membaca Quran seperti hilang. Akal sehatnya seperti hilang. Kecanduannya pada narkoba juga makin parah, bahkan sampai mengalami over dosis dan Uje hampir mati. “Kejahatan demi kejahatan moral terus kulakukan,” sesal Uje. NAMA DICORET Suatu hari Uje merasa menderita karena ketakutan setelah melakukan sebuah perbuatan. Uje benar-benar ketakutan! Ia jadi gampang curiga pada siapa saja dan selalu berburuk sangka pada apa pun. Kesombongannya pada uang dan prestasi lenyap digantikan ketakutan. “Yang kulakukan setiap hari adalah berdiam diri di kamar, dengan selalu berpikiran bahwa setiap orang yang datang akan membunuhku. Aku sibuk mengintip dari bawah pintu, siapa tahu ada orang datang untuk membunuhku,” cerita Uje. “Telingaku jadi sangat sensitif. Aku sering merasa mendengar ada orang sedang berjalan di atap rumah ingin membunuhku. Aku tersiksa selama berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan,” ucap Uje. Orang-orang mengatakan, Uje sudah gila. Pada saat bersamaan, kecanduannya pada narkoba membuatnya termasuk dalam daftar hitam dunia sinetron. Namanya dicoret. Tak ada lagi yang mau memakainya sebagai pemain. Selain itu, cewek-cewek yang ada di dekatnya juga menjauh. Uje dulu termasuk playboy. Di saat Uje sendiri, ada Umi yang tetap menyayanginya dengan cintanya yang besar. Seburuk apa pun orang berkomentar tentang Uje, hati Umi tetap baik dan sabar. Air matanya tak pernah kering untuk mendoakan anak-anaknya, terutama Uje agar berubah jadi lebih baik. Doa tulus Umi dikabulkan Allah. Sungguh luar biasa, Allah menunjukkan kebaikan-Nya pada Uje. Allah memberi Uje kesempatan untuk bertobat. Kesadaran ini muncul lewat suatu proses yang begitu mencekam buat Uje. DIAJAK UMI UMRAH Suatu kali Uje bermimpi. Uje merasa sangat ketakutan ketika suatu hari bermimpi melihat jasadnya sendiri dalam kain kafan. “Antara sadar dan tidak, aku terpana sambil bertanya pada diri sendiri. Benarkah itu jasadku? Aku juga disiksa habis-habisan. Begitulah, setiap tidur aku selalu bermimpi kejadian yang menyeramkan. Dalam tidur, yang kudapat hanya penderitaan. Aku jadi takut tidur. Aku takut mimpi-mimpi itu datang lagi,” kata Uje. Uje mengaku ia juga jadi takut mati. Padahal dulu ia sempat menantang maut. Rasa takut mati itulah yang akhirnya membuat Uje sadar bahwa ada yang tidak meninggalkanku dalam keadaan seperti itu, yaitu Allah. Uje teringat kembali pada-Nya dan menyesali semua perbuatannya selama ini. Pelan-pelan, keadaannya membaik. Uje menemui Umi, bersimpuh meminta maaf atas semua dosa yang ia lakukan. “Umi memang luar biasa. Betapa pun sudah kukecewakan demikian rupa, beliau tetap menyayangi dan memaafkanku. Umi lalu mengajakku berumrah,” ujarnya. Dengan kondisi Uje yang masih labil dan rapuh, Uje dan Umi berangkat ke Tanah Suci. Kali ini Uje berniat sembuh dan kembali ke jalan Allah. Di sana, ia mengalami beberapa peristiwa yang membuatnya sadar pada dosa-dosanya sebelumnya. Usai salat Jumat di Madinah, Umi mengajaknya ke Raudhoh. “Aku tak tahu apa itu Raudhoh, tapi kuikuti saja. Umi terus meminta ampunan pada Allah,” cerita Uje. Ketika Uje, berjalan menuju makam Nabi Muhammad, Uje bersalawat. “Begitu keluar dari pintu masjid, rasanya seperti ada yang menarikku. Aku mencoba berjalan sekuat tenaga, tapi tak bisa. Kekuatan itu rasanya sangat besar. Aku lalu bersandar pada tembok. Air mataku yang dulu tak pernah keluar, kini mengalir deras. Aku menyesali dosa-dosaku, dan berjanji tak akan melakukan lagi semua itu,” ujarnya. BERSAMBUNG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar