Kamis, 09 Juni 2011

dunia sufi yg misteri (2)

Dunia Sufi Yang Misteri (Bagian 2)

Posted on April 29, 2011 by SufiMuda

Seperti yang saya kemukakan pada tulisan yang lalu banyak pendapat atau kesan yang kurang tepat atau keliru tentang bagaimana seharusnya kehidupan para sufi. Salah satu pandangan negatif orang terhadap kaum sufi adalah tentang Zuhud yang merupakan salah satu maqam yang harus dilewati oleh para sufi. Tentang zuhud sekilas telah pernah saya bahas dalam tulisan Zuhud Yang Sebenarnya dan disini saya ingin menulis dua pendapat yang berbeda tentang zuhud.

Pendapat pertama, zuhud berarti berpaling dan meninggalkan sesuatu yang disayangi yang bersifat material atau kemewahan duniawi dengan mengharapkan dan menginginkan suatu wujud yang lebih baik dan bersifat spiritual atau kebahagiaan akhirati. Pengertian pertama ini akhirnya berkembang ekstrim sehingga zuhud berarti benci dan meninggalkan sama sekali sesuatu yang bersifat duniawiyah.

Pendapat kedua, zuhud tidak berarti semata-mata tidak mau memiliki harta dan tidak suka mengenyam nikmat duniawi. Tapi zuhud sebenarnya adalah kondsi mental yang tidak mau terpengaruh oleh harta dan kesenangan duniawi dalam pengabdian diri kepada Allah SWT.

Saya pribadi lebih condong kepada pengertian kedua dengan alasan selain Al Qur’an dan Hadist yang tidak menyuruh kita kearah pengertian zuhud yang ekstrim pertama, juga kehidupan para sahabat zaman Rasulullah dan kehidupan sahabat semasa Khulafaur Rasyidin. Sahabat-sahabat utama Rasulullah seperti Abu Bakar AsShiddiq, Usman bin Affan dan Abdul Rahman bin ‘Auf adalah orang-orang yang kaya. Walaupun mereka kaya, mereka tetap hidup sebagai orang zuhud, yaitu hidup sederhana, dimana kekayaan mereka tidak akan mengurangi apalagi memalingkan pengabdian diri mereka kepada Allah SWT.



Pengertian zuhud yang kedua ini sesuai dengan firman Allah SWT :

“(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan terlalu bergembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri“. (Q.S. Al Hadid : 23).

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) kampong akhirat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik padamu.” (Q.S. Al Qashash : 57).

Pengertian kedua ayat ini adalah bahwa kita manusia tidak dapat memisahkan diri sama sekali dari harta dan segala bentuk kesenangan duniawi yang di ridhai Allah, sebab kita masih hidup di alam dunia. Pengertian lain adalah bahwa harta benda tidak dilarang untuk dimiliki, tetapi harta benda tersebut tidak boleh mempengaruhi atau memperbudak seseorang, sehingga menghalangi yang bersangkutan untuk menghampirkan dirinya kepada Allah SWT, atau dengan kata lain, sikap seorang sufi tidak boleh diperbudak oleh harta duniawi, tetapi hata duniawi itu dijadikan persembahan, pengabdian ubudiyah lebih banyak lagi kepada Allah SWT.

Yang menjadi pertanyaan, “Apa sebab terjadinya sikap zuhud ini, dan kenapa muncul anggapan bahwa sufi identik dengan sikap zuhud?”. Harus di akui bahwa Kajian dan gerakan zuhud ini memang muncul pertama kali di kalangan pengamal tasawuf pada akhir abad pertama hijriah. Gerakan ini muncul sebagai reaksi terhadap pola hidup mewah para khalifah dan keluarganya serta pembesar Negara yang merupakan dampak dri kekayaan yang diperoleh kaum muslim dalam pembebasan, penaklukan negeri-negeri Suriah, Mesir, Mesopotamia (Irak) dan Persia.

Semasa Dinasti Umayah pola hidup sederhana berubah menjadi pola hidup mewah dikalangan para Khalifah dan pembesar-pembesar Negara dan timbulnya jurang pemisah antara rakyat dan penguasa. Pola hidup mewah dan kondisi mental yang demikian tidak sesuai dengan ajaran dan amal agama seperti yang dicontohkan olh Rasulullah dan para sahabat. Disinilah awal timbulnya gerakan Zuhud sebagai wujud untuk menentang sikap dari Para penguasa yang hidup dalam kemewahan.



Tasawuf sebagai ajaran Islam harus sesuai dengan Al Qur’an dan Hadist sebagai rujukan semua orang Islam dan kajian-kajian tasawuf yang tidak sesuai dengan Al Qur’an dan Hadist harus dipertanyakan kebenarannya walaupun meninjau Al Qur’an tidak selalu harus dari segi tekstual semata.

Islam menganjurkan pemeluknya untuk sunguh-sungguh mencari rizki dan tentang keutamaan mencari rizki anda bisa membuka Al Qur’an Surat : Al Jumu’ah ayat 10, Al Muzammil ayat 20 dan surat Al Baqarah ayat 198, dan ini menjadi petunjuk bagi kita tentang keutamaan mencari rizki agar hidup menjadi lebih baik di dunia ini.

Diriwayatkan bahwa Nabi Isa a.s melihat seorang laki-laki, maka Beliau besabda, “Apakah yang kamu kerjakan?”. Ia menjawab, “Saya beribadat”. Isa bersabda,”Siapakah yang menanggungmu?”. Ia jawab, “Saudaraku”. Isa bersabda,”Saudaramu lebih baik ibadahnya daripada kamu”.

Dalam sejarah, para sufi pada umumnya bekerja sendiri untuk mencari nafkahnya dalam berbagai bidang usaha, sehingga ada diantara mereka itu diberikan julukan-julukan sesuai bidang usahanya itu. Seperti Al Hallaaj (Pembersih kulit kapas), Al Qashar (Tukang Penatu), Al Waraak (Tukang Kertas), Al Kharraaz (Penjahit Kulit Hewan), Al Bazzaaz (Perajin Tikar Daun Kurma), Az Zujaaji (Pengrajin dari kaca) dan Al Farraa’ (Penyamak Kulit).

Tidak terkecuali juga sufi zaman sekarang, mereka tidak melupakan kewajibannya mencari nafkah diberbagai usaha menghidupi dirinya dan keluarganya. Menjadi seorang sufi tidak harus miskin dan melarat namun jika Tuhan memberikan anda cobaan dalam bentuk kemiskinan berarti Dia senang dengan kondisi tersebut dan anda harus tetap mensyukuri apapun yang diberikan oleh-Nya. Kemulyaan seseorang dimata Tuhan tidak terletak pada banyak atau sedikit harta tapi bagaimana hatinya selalu bisa mengingat Allah siang dan malam, sunyi dan ramai, susah dan senang sehingga kondisi apapun tidak mempengaruhi dirinya untuk terus mendekatkan diri kepada-Nya.

Gambaran Sufi yang saya kemukakan diatas mudah-mudahan bisa sedikit menghapus prasangka buruk orang-orang yang tidak paham dengan tasawuf atau orang-orang yang belum pernah belajar tasawuf namun sudah merasa menjadi sufi dengan kesusahan dan kemiskinannya. Anda menjadi miskin dan susah tidak berarti anda menjadi seorang sufi begitu juga anda menjadi kaya juga tidak berarti anda menjadi sufi Karena kesufian itu terletak di hati. Lanjutan dari tulisan ini akan kami ceritakan tentang tokoh-tokoh sufi yang kehidupannya kaya raya bahkan ada yang sangat kaya yang kekayaannya mengalahkan seorang Raja. Mudah2an tulisan ini bermanfaat hendaknya, salam.

dunia sufi yg misteri (1)

Dunia Sufi Yang Misteri (bagian 1)

Posted on April 28, 2011 by SufiMuda



Ketika anda mendengar kata “sufi” atau orang sufi saya yakin hampir sebagian kita tergambar sebuah kehidupan sederhana di padang pasir yang tandus, ada pohon kurma lengkap dengan ontanya serta tergambar juga dalam pikiran kita seorang yang pakaian sederhana memakai jubah dan surban seperti lazimnya orang Arab. Mungkin tidak semua dari anda berpandangan seperti itu, tapi itulah gambaran umum tentang kaum sufi dan gambaran itulah yang terekam dalam pikiran saya sebelum mengenal dunia sufi dari seorang Wali Allah.

Disampul buku-buku tasawuf juga kita lihat orang berjubah yang hidup sederhana, makanya tidak mengherankan banyak orang alergi dengan tasawuf karena dalam pandangan mereka orang sufi itu adalah jenis manusia zuhud yang tidak memerlukan lagi dunia, mereka hanya memikirkan Tuhan semata. Kritik tajam terhadap kaum sufi adalah mereka egois hanya memikirkan diri sendiri dengan ibadahnya sehingga melupakan hubungan dengan manusia.

Pandangan miring terhadap tasawuf dan dunia sufi itu saya dengar dalam sebuah perbincangan disebuah warung kopi, dimeja sebelah saya 4 mahasiswa IAIN sedang berbincang tentang sufi menurut pandangan mereka dan sangat disayangkan obrolan mereka bukan membahas kebaikan ajaran tasawuf tapi malah membahas hal-hal buruk tentang sufi. “Orang sufi ketika suluk tidak makan daging, dari mana dalilnya itu? Bukankah tindakan seperti itu tandanya tidak mensyukuri nikmat Allah, kenapa melarang sesuatu yang dihalalkan Allah?” demikian seorang mahasiswa memaparkan pandangannya tentang tasawuf. Kemudian yang lain menambahkan, “Saya setuju dengan tasawuf sebagai pelajaran akhlak, tapi saya tidak setuju dengan Tarekat, jumlahnya begitu banyak jadi membingungkan dan terkesan Islam itu terpecah padahal Islam itu kan satu, tidak ada ajaran-jaran khusus sejak zaman dulu dan Nabi dengan sifat amanahnya tidak pernah menyembunyikan ilmu apapun, sementara mereka (kaum sufi) mengatakan memperoleh ilmu laduni, mana ada dalil seperti itu?”. Obrolan yang mirip diskusi itu terus berlanjut membahas hal-hal yang mereka sendiri tidak memahami dengan lengkap dan saya sambil menikmati secangkir kopi hanya senyum-senyum saja. Sebelum meninggalkan warung kopi saya hampiri mereka dan mengatakan, “yang kalian bahas itu tidak ada hubungan sedikitpun dengan tasawuf, persis seperti orang buta membahas tentang Gajah yang tidak pernah dilihatnya. Kalau kalian ingin belajar tasauf jangan hanya membaca tapi carilah guru yang ahli untuk membimbing kalian agar bisa mengamalkan tasawuf dengan benar.” Mereka menatap saya dengan wajah terkejut dan saya segera meninggalkan mereka dengan sejuta tanda tanya. Dalam hati saya berdoa mudah-mudahan Allah membimbing mereka sehingga menemukan Guru Mursyid yang Kamil Mukamil.

Banyak orang membaca tentang tasawuf dan dunia sufi dari orang-orang yang tidak memahami sepenuhnya tentang tasawuf, hanya memahami secara teori dan kemudian pemahaman yang tidak lengkap tersebut dituangkan lagi dalam buku dan dibaca oleh orang awam maka timbul salah persepsi tentang tasawuf. Lebih parah lagi, membaca tentang tasawuf dari orang-orang yang memang anti dengan tasawuf, kelompok-kelompok yang mengambil ilmu dari orientalis yang selalu memojokkan tasawuf. Salah satu ucapan orientalis yang diyakini sebagian besar kaum muslim adalah mereka mengatakan tasawuf itu bukan berasal dari Islam tapi hasil percampuran antara Yahudi, Kristen dan filsafat yunani.

Dalam Islam sendiri ada kelompok yang memang sangat anti dengan tasawuf, saya tidak menyebutkan nama kelompok tersebut dan saya yakin anda mengerti yang saya maksudkan dan kebetulan kelompok tersebut bukan hanya tasawuf yang dianggap sesat tapi hampir seluruh aliran dalam Islam selain dari mereka dianggap sesat.

Kembali ke Sufi, karena seringnya kita membaca buku-buku tentang sufi, cerita sufi, anekdot sufi yang seluruh ceritanya sebagian besar menceritakan dengan latar belakang kehidupan di tanah Arab, dan itu wajar karena cerita-cerita tersebut diambil dari kitab-kitab yang ditulis oleh orang Arab.

Apakah Sufi itu hanya di arab? Dan apakah menjadi sufi itu harus selalu berjubah dengan sekian banyak tambalan, pakaian compang camping, memegang tongkat atau menggembala domba? Kalau menjadi sufi harus seperti itu maka saya yakin orang Indonesia tidak satupun memenuhi Kriteria menjadi seorang sufi .

Tasawuf adalah ajaran moral agar akhlak manusia menjadi lebih baik dan setahap demi setahap melangkah mendekatkan diri kepada Allah sampai benar-benar dekat sehingga tidak ada keraguan lagi yang disembah adalah Allah SWT. Seperti ucapan Abu Yazid ketika ditanya tenang Allah, Beliau berkata, “Tiada keraguan sedikitpun bahwa itu adalah Allah”.

Siapapun yang mengamalkan tasawuf, apakah orang arab, Indonesia, China bahkan orang Eropa sekalipun maka hatinya akan terisi dengan Nur Ilahi, memiliki gairah dalam berzikir mengingat Allah kemudian timbul rasa cinta dan rindu kepada Allah dan Rasul-Nya.

Sufi akan hadir dimana saja, mungkin dia suka nongrong di mall, atau sering duduk di warung kopi, atau sedang bekerja sebagai karyawan yang apapun yang dilakukan selalu tidak melupakan zikir kepada Allah. Bisa jadi teman disebelah anda dalam pesawat, tukang parkir yang sering senyum kepada anda, tukang bengkel yang memperbaiki mobil anda atau juga bahkan seorang penyanyi yang anda kagumi, jangan-jangan mereka adalah sufi yang selama ini anda cari. Tubuh mereka dibungkus oleh pakaian yang sesuai dengan zaman dan tempat mereka berada, namun hati mereka tidak berubah sedikitpun.

Sufi akan terus menjadi misteri sepanjang zaman dan tidak mudah dikenali kecuali oleh sufi itu sendiri. Mereka lebih senang kalau manusia tidak mengenali mereka sebagai sosok sufi yang alim, mereka lebih nyaman tidak diketahui agar terhindar dari sifat sombong dan ria. Mereka melakukan zikir lama-lama atas rasa cinta dan kerinduang kepada Sang Kekasih dan tentu saja tidak dilakukan di dalam mesjid atau tempat terbuka karena memang tujuan mereka beribadah bukan untuk mendapat pujian manusia

Bersambung…

memerlukan pembimbing(Mursyid)

Siapa Yang Tidak Memerlukan Pembimbing (Mursyid)?
Posted on Agustus 27, 2010 by SufiMuda

Dalam Futhuh al Ghaib, Syekh Abdul Qadir al Jailani menulis syair berikut :

Jika takdir membantumu atau kala menuntunmu

kepada Syekh yang jujur dan ahli hakikat

maka bergurulah dengan rela dan ikutilah kehendaknya

Tinggalkan apa yang sebelumnya engkau lakukan

Sebab menentang berarti melawan

Dalam kisah Khidir yang mulia terdapat cakupan

Dengan membunuh seorang anak dan Musa mendebatnya

Tatkala cahaya subuh telah menyingkap kegelapan malam

Dan seseorang dapat menghunus pedangnya

Maka Musa pun meminta maaf

Demikian keindahan di dalam ilmu kaum sufi

Sebagian kita mungkin sudah sering mendengar tuduhan yang dilontarkan oleh orang-orang yang mengaku paling “islami” bahwa tasawuf adalah ilmu diluar islam, pembuat bid’ah, syirik dan lain sebagainya dan karena yang menyampaikan pendapat ini orang berlatar belakang pendidikan agama yang lumayan (baca: syariat), alumni arab Saudi atau mesir dengan sekian banyak title sehingga masyarakat awam dengan mudah langsung percaya. Sebagian mereka tidak tahu bahwa Arab Saudi bukan lagi menjadi tempat berkumpulkan berbagai macam mazhab akan tetapi telah menjadi corong bagi mazhab tunggal yang baru muncul di abad ke 17 yaitu mazhab wahabi.

Saya tidak membahas tentang tuduhan-tuduhan tersebut dan saya rasa itu tidak ada menfaatnya sama sekali. Kesempatan ini saya ingin menyampaikan informasi akan pentingnya belajar tasawuf/thariqat agar kita bisa merasakan nikmatnya beragama.

Belajar tasawuf ada dua jenis, yaitu secara Teori dan Praktek. Secara teori telah diajarkan di pasantren, IAIN bahkan anda bisa menjadi seorang profesor tasawuf tanpa anda harus mempraktekkan zikir dan dibimbing oleh mursyid. Namanya juga teori tentu yang didapatkan hanya teori saja.

Belajar tasawuf sebenarnya harus mempunyai pembimbing rohani, bukan saja mengajarkan anda tapi juga membimbing anda agar sampai kehadirat-Nya karena inti tasawuf adalah bagaimana seorang bisa berhampiran dengan Allah SWT. Tentang hal ini Abu Ali ats Tsaqafi berkata, “Seandainya seseorang mempelajari semua jenis ilmu dan berguru kepada banyak ulama, maka dia tidak sampai ke tingkat para sufi kecuali dengan melakukan latihan-latihan spiritual bersama seorang Syeikh yang memiliki akhlak yang luhur dan dapat memberinya nasehat-nasehat. Dan barang siapa yang tidak mengambil akhlaknya dari seorang Syeikh yang memerintah dan melarangnya, serta memperlihatkan cacat-cacat dalam amalnya dan penyakit-penyakit dalam jiwanya, maka dia tidak boleh diikuti dalam memperbaiki muamalah”.

Jadi tasawuf adalah ilmu praktek dan tentu saja membutuhkan pembimbing yang ahli dibidangnya, tanpa adanya pembimbing rohani maka segala praktek yang dilakukan sudah pasti akan disesatkan setan. Abu Yazid Al-Bisthami berkata, “Barang siapa yang menuntut ilmu tanpa berguru, maka wajib syetan gurunya.”

Apabila jalan kaum sufi dapat dicapai dengan pemahaman tanpa bimbingan seorang Syekh, niscaya orang seperti Imam Al-Ghazali dan Syekh Izzuddin ibn Abdussalam tidak perlu berguru kepada seorang Syekh. Sebelum memasuki dunia tasawuf, keduanya pernah berkata, “Setiap orang yang mengatakan bahwa adalah jalan memperoleh ilmu selain apa yang ada pada kami, maka dia telah berbuat kebohongan kepada Allah.”. Zaman sekarang kita juga sering mendengar pendapat seperti itu, tidak mengakui ilmu selain yang mereka pelajari (syariat) dan menganggap orang-orang yang mempunyai kemampuan bathin, ilmu laduni dan lain sebagainya sebagai pembohong.

Akan tetapi, setelah Imam Al-Ghazali dan Syekh Izzuddin ibn Abdussalam yang tadinya hanya belajar syariat kemudian memasuki dunia tasawuf keduanya berkata, “Sungguh kami telah menyia-nyiakan umur kami dalam kesia-siaan dan hijab (tabir penghalang antara hamba dan Tuhan).”

Orang yang bisa menemukan kebenaran bukanlah orang yang banyak membaca buku karena terkadang semakin banyak yang dipelajari justru tanpa sadar menjadi Hijab antara kita dengan Allah. Hanya kerendahan hati dan sikap mau belajar dan mencari yang menyebabkan seseorang menemukan Allah SWT, sebagai mana ucapan rendah hati Musa kepada Khidir, “Bolehkah aku mengikutimu, agar engkau mengajarkan kepadaku ilmu yang benar diantara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?” (QS. Al Kahfi, 66). Juga pengakuan Ahmad ibn Hanbal bahwa Abu Hamzah al Baghdadi lebih utama darinya dan pengakuan Ahmad ibn Suraij bahwa Abu Qasim Junaid lebih utama darinya.

Imam al-Ghazali juag mencari seorang Syekh yang menunjukkannya ke jalan tasawuf, padahal ia adalah Hujjatul Islam. Begitu juga, Syekh Izzuddin ibn Abdussalam berkata, “Aku tidak mengetahui Islam sempurna kecuali setelah aku bergabung dengan Syekh Abu Hasan Asy Syadzili”. Abdul Wahab Asy Sya’rani berkata, “Apabila kedua ulama besar ini, yakni al-Ghazali dan Syekh Izzuddin ibn Abdussalam, padahal keduanya adalah orang yang memiliki ilmu pengetahuan luas tentang syariat, maka orang selain mereka lebih membutuhkan lagi.”

Dalam hal ini al Qur’an memberikan petunjuk kepada kita semua untuk mencari orang-orang yang telah di beri petunjuk oleh Allah SWT sebagaimana firman Allah: “Sebenarnya al Qur’an itu adalah ayat-ayat nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu” (QS. Al ankabut : 49). “Dan ikutilah jalan orang yang telah kembali kepada-Ku” (QS. Lukman: 15) dan firman-Nya, “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang benar”. (QS. Taubah: 119). Diperkuat oleh hadist, “Jadilah kamu bersama Allah, apabila tidak bersama Allah jadilah kalian bersama orang yang sudah bersama Allah, maka sesungguhnya orang itu bisa membawamu kepada Allah” (HR. Abu Daud).

Dengan demikian, memiliki seorang pembimbing (mursyid) adalah suatu keharusan. Para sahabat sendiri mengambil ilmu dan amalan mereka dari Rasulullah SAW. Rasulullah SAW mengambil ilmu dan amalannya dari Jibril. Dan para tabi’in mengambil ilmu dan amalan dari para sahabat.

Setiap sahabat mempunyai para pengikut yang khusus. Ibnu Sirin, Ibnu Musayyab dan al A’raj, misalnya, adalah pengikut Abu Hurairah. Sementara Thawus, Wahhab dan Mujahid, adalah pengikut Ibnu Abas. Demikian seterusnya. Pengambilan ilmu dan amalan ini sangat jelas, sebagaimana disebutkan dalam riwayat-riwayat mereka.

Maka tidak ada alasan bagi kita untuk tidak segera mencari Guru Pembimbing yang siap menuntun dan membimbing kita mencapai kebenaran hakiki. Carilah Guru yang benar-benar kamil mukamil, khalis mukhlisin sehingga dia bukan hanya berbicara tentang teori ketuhanan akan tetapi dengan keikhlasannya mampu membimbing anda kehadirat Allah SWT. Kalau anda bertanya siapakah Guru Mursyid yang kamil mukamil tersebut, saya tidak bisa menjawab karena kawatir jawaban saya akan menyinggung perasaan yang lain. Bagi setiap pengamal tasawuf mereka meyakini Guru mereka memiliki kemampuan untuk membimbing mereka dan tidak terkecuali Guru saya.

Abu Athailah As Sakandari dalam Latha’if al Minan, berkata, “Engkau tidak akan kekurangan mursyid yang dapat menunjukkanmu ke jalan Allah. Tapi yang sulit bagimu adalah mewujudkan kesungguhan dalam mencari mereka”.

Seorang penyair sufi berkata :

Rahasia Allah didapat dengan pencarian yang benar

Betapa banyak hal menakjubkan yang telah diperlihatkan kepada para pelakunya.

Ali al Khawas berkata dalam syairnya,

Jangan menempuh jalan yang tidak engkau kenal tanpa penunjuk jalan,

Sehingga engkau terjerumus dalam jurang-jurangnya.

Penunjuk jalan (Mursyid) akan dapat mengantarkan salik sampai ke pantai yang aman dan menjauhkan dari gangguan-gangguan selama di perjalanan. Sebab, penunjuk jalan (mursyid) sebelumnya telah melewati jalan itu dibawah bimbingan seseorang (mursyid sebelumnya) yang telah mengetahui seluk beluk jalan tersebut, mengetahui tempat-tempat berbahaya dan tempat-tempat yang aman dan terus menemaninya sampai akhirnya dia sampai di tempat yang dituju. Kemudian orang tersebut memberikan izin untuk membimbing orang lain.

Menutup tulisan ini saya mengutip Syair dari Ibnu Al-Banna yang menjelaskan tentang kedudukan kaum sufi yang telah melakukan perjalanan menuju Allah dan setelah sampai disana mememberikan kabar kepada orang lain untuk menuju kesana dengan selamat.

Kaum sufi tidak lain sedang melakukan perjalanan

Ke hadirat Tuhan Yang Maha Benar

Maka mereka membutuhkan penunjuk jalan

Yang benar-benar mengenal seluk beluk jalan itu

Dia telah melalui jalan itu, lalu dia kembali

Untuk mengabarkan apa yang telah didapat.

*****************************************

Senin, 30 Mei 2011

Muhammad I Al-Mahdi..pemimpin di tengah kemelut

Sejarah Para Khalifah: Muhammad II Al-Mahdi, Pemimpin di Tengah Kemelut
Senin, 30 Mei 2011 11:30 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Pemimpin memegang peran penting bagi sebuah rezim. Ia bisa menjadi penyebab maju dan runtuhnya kekuasaan. Walau bukan khalifah, namun Muhammad bin Abu Amir yang dikenal dengan Mulk Al-Manshur merupakan tokoh sentral Daulah Umayyah di Andalusia.

Hanya tujuh tahun setelah tokoh ini wafat, masa keemasan Islam di Andalusia terus memudar. Bahkan menjadi pangkal kemelut yang berujung pada keruntuhan kerajaan ini. Selama 29 tahun sejak wafatnya Mulk Al-Manshur, pemerintahan Bani Umayyah mengalami kemelut berkepanjangan. Khalifah datang dan pergi silih berganti, diwarnai pula dengan kekerasan dan ambisi.

Ketika Mulk Al-Manshur meninggal dunia, posisinya segera digantikan oleh putranya, Abdul Malik bin Muhammad bin Abu Amir dengan gelar Mulk Al-Muzhafir. Kedudukannya dikukuhkan oleh Khalifah Hisyam II.

Seperti ayahnya, ia adalah seorang negarawan yang cakap dan ahli strategi militer. Ia menjalankan kebijakan sang ayah sebelumnya. Selama tujuh tahun berkuasa, pihak Kristen di bagian utara Spanyol tidak bisa berbuat apa-apa. Masa pemerintahannya itu dkenal dengan As-Sabi'.

Ketika Mulk Al-Muzhafir meninggal pada 399 H, kedudukannya digantikan oleh saudaranya, Abdurrahman bin Muhammad bin Abu Amir. Ia dikenal dengan An-Nashir Lidinillah. Kedudukannya pun dikukuhkan oleh Khalifah Hisyam II.

Pemimpin baru ini berbeda dengan ayah dan saudaranya. Dalam waktu singkat, ia justru meminta pengukuhan dirinya sebagai khalifah pengganti Hisyam II. Ironisnya, permintaan ini disetujui oleh Khalifah Hisyam II. Akibatnya, muncul kemarahan dan dendam di kalangan keluarga Umayyah sendiri.

Pada 399 H, Mulk An-Nashir berangkat dengan pasukan besarnya untuk mengamankan wilayah Galicia di bagian utara Spanyol. Sepeninggalnya, para pemuka Bani Umayyah memecat Hisyam II dan mengangkat Muhammad bin Hisyam bin Abdul Jabbar bin Abdurrahman III sebagai khalifah dengan gelar Khalifah Muhammad II Al-Mahdi.

Mantan Khalifah Hisyam II yang diberhentikan sempat melarikan diri dari Cordoba. Ada yang menyebutkan ia melarikan diri ke pelabuhan Malaga dan menetap di sana beberapa lama. Ketika mendengar pergantian itu, Mulk An-Nashir yang sedang berada di Galicia segera kembali menuju Cordoba. Ketika itu terjadi pengepungan. Tanpa diduga olehnya, ia pun dibunuh dalam peristiwa itu.

Khalifah Muhammad II Al-Mahdi ternyata mengabaikan unsur Barbar yang menguasai lembaga ketentaraan. Bahkan ia melakukan tekanan-tekanan yang membangkitkan kemarahan mereka.

Tindakah Khalifah Al-Mahdi itu tidak dapat diterima oleh pihak Barbar. Mereka berinisiatif untuk mengangkat Hisyam bin Sulaiman bin Hakam II bin Abdurrahman III untuk menggantikan Khalifah Al-Mahdi.

Hal itu membangkitkan kemarahan Khalifah Al-Mahdi. Para pembesar Barbar banyak yang melarikan diri. Bahkan Khalifah Al-Mahdi sempat menangkap Hisyam bin Sulaiman dan saudaranya, Abu Bakar bin Sulaiman, lalu menjatuhkan hukuman mati.

Seorang keponakannya, Sulaiman bin Hakam bin Sulaiman sempat melarikan diri bersama pasukan Barbar. Oleh pihak Barbar, ia diresmikan sebagai khalifah dengan panggilan Khalifah Sulaiman Al-Mustain sebagai pemimpin Bani Umayyah di Andalusia yang ke-12.

Dengan pasukan besarnya, Khalifah Al-Mahdi mengepung kota Az-Zahra. Pertempuran sengit pun pecah. Pasukan Khalifah Al-Mustain terpaksa mengundurkan diri ke arah selatan menuju Algeciras dan bertahan di tempat itu. Di tempat ini pula kembali terjadi pertempuran. Pasukan Al-Mahdi porak-poranda dan terpaksa melarikan diri ke arah utara. Ia dikejar oleh pasukan Khalifah Al-Mustain.

Penduduk Cordoba yang mendengar berita itu merasa khawatir. Dengan segera mereka membuka pintu-pintu Cordoba untuk menyambut kedatangan Khalifah Al-Mustain. Dengan demikian, resmilah dirinya menjadi Khalifah Bani Umayyah ke-5 atau pemimpin ke-12.


Redaktur: cr01
Sumber: Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni

Hisyam II Di bawah pemangku Kuasa

Sejarah Para Khalifah: Hisyam II, Di Bawah Pemangku Kuasa
Minggu, 29 Mei 2011 09:46 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Setelah Khalifah Hakam II wfat, diangkatlah putranya, Hisyam II yang kala itu masih berusia 10 tahun untuk menjadi khalifah. Ia menggantikan ayahnya sebagai pemimpin Bani Umayyah di Andalusia yang ke-10. Atau jika dihitung secara kekhalifahan resmi, ada yang menyebutnya sebagai khalifah ke-3.

Karena Hisyam II masih sangat muda, maka urusan pemerintahan dikendalikan oleh Mursyih Al-Amri (pemangku kuasa), yaitu Mughirah bin Abddurahman—saudara Hakam II. Namun tokoh ini tak lama memegang kendali. Ia dibunuh oleh komplotan Ja'far bin Utsman yang sejak pemerintahan Khalifah Hakam II memangku jabatan Al-Hajib.

Jabatan Al-Hajib dalam ketatanegaraan Bani Umayyah kala itu adalah orang yang bertanggung jawab terhadap Rumah Tangga Istana. Dalam kehidupan istana Raja Inggris kita mengenal istilah Chamberlain. Karena khalifah adalah pemegang kekuasaan tertinggi, maka ia harus berhubungan erat dengan para pejabat Al-Hajib. Di sisi lain, para pejabat Al-Hajib ini pun sangat menentukan beberapa kebijakan penting istana.

Pembunuhan atas Mughirah itu menyebabkan terjadinya perebutan kekuasaan. Peristiwa ini merupakan noda hitam pertama dalam lembaran sejarah Bani Umayyah di Andalusia. Bagi Daulah Abbasiyah di Baghdad, peristiwa seperti itu mulai muncul sejak pembunuhan Khalifah Al-Mutawakkil. Setelah itu terjadi pertumpahan darah dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan. Umumnya, yang memegang peranan penting dalam peristiwa seperti ini adalah mereka yang dikenal dengan sultan atau pemegang kuasa. Sultan inilah yang biasanya mengendalikan khalifah.

Al-Wazir Muhammad bin Abu Amir yang menjabat sebagai pelaksana kekuasaan pada masa Khalifah Hakam II, segera bertindak mengambil-alih seluruh kekuasaan, termasuk jabatan Al-Hajib. Dialah yang menjabat Mursyih Al-Amri, pengganti Mughiran bin Abdurrahman.

Tokoh besar inilah yang selanjutnya berperan penting dalam memulihkan kondisi Bani Umayyah di Andalusia. Namanya pun disebut-sebut banyak orang. Belakangan ia menyebut dirinya Al-Mulk (raja); Al-Mulk Al-Manshur. Sejak itulah istilah Al-Mulk dikenal dalam lintasan sejarah Islam. Ketika beranjak dewasa, Khalifah Hisyam II mengukuhkan jabatan itu. Sehingga kekuasaan khalifah pun amat terbatas. Ia nyaris menjadi "tukang khutbah" dan "tukang stempel".

Dengan demikian, lahirlah generasi baru yang kendalinya melebihi wewenang khalifah. Jika di masa pemerintahan Bani Abbasiyah di Baghdad ada istilah sultan, maka di masa Daulah Umayyah di Andalusia, penguasa baru ini dikenal dengan Al-Mulk.

Masa kekuasaan Al-Mulk Al-Manshur berlangsung cukup lama. Ia memerintah selama 27 tahun. Dalam rentang masa itu, ia mengukir prestasi baik. Ia berhasil menciptakan kemakmuran bagi rakyat dengan mengembangkan bidang pertanian, perdagangan, dan dunia usaha. Ia juga berhasil melebarkan sayap kekuasaannya keluar.
Hal penting yang dicatat sejarah adalah perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan perpustakaan. Ia sangat gemar mengumpulkan karya-karya ilmiah dari berbagai negeri. Hal ini merupakan kegemaran Khalifah Hakam II sebelumnya.

Ia juga memberikan penghargaan yang baik kepada para sarjana dan ilmuwan. Hal ini bisa dimaklumi, sebab sebelumnya ia adalah seorang ahli hukum yang menjabat sebagai hakim agung.

Kebijakan Al-Mulk Al-Manshur lainnya yang dicatat sejarah adalah tindakannya memberikan fasilitas bagi suku-suku Barbar dalam lembaga ketentaraan untuk menggantikan unsur-unsur Arab. Ia mengundang Bani Zenata dan Bani Adawa dari Afrika Barat untuk membentuk ketentaraan di Andalusia. Ia juga memberikan jabatan-jabatan tinggi pada tokoh-tokoh Barbar tersebut.

Ia juga membentuk lembaga tinggi kepolisian negara yang dikenal dengan Al-Urafak. Kota satelit Az-Zuhra yang dibangun Khalifah Hakam II di luar Cordoba dengan bangunan-bangunan mengagumkan, diperluas oleh Al-Mulk Al-Manshur. Ia memindahkan pusat pemerintahan ke tempat itu.

Ketika terjadi penyerangan dari pihak Count of Castile Don Garcia Fernandez, Muhammad bin Abu Amir melakukan serangan balasan. Pertempuran panjang yang dikenal dengan Pertempuran Musim Panas pun berlangsung. Pada peperangan ini, pihak Cordoba meraih kemenangan.

Meski menang, bukan berarti pihak musuh menghentikan perlawanan. Hampir setiap tahun terus terjadi serangan. Kembali dari sebuah peperangan, pasukan Al-Mulk dihadang musuh di suatu tempat bernama Calatanazar. Ia gugur dalam peperangan itu, dan dimakamkan di sebuah kota bernama Salima. Al-Muk Al-Manshur wafat pada usia 65 tahun. Sepeninggalnya terjadi kemelut.


Redaktur: cr01
Sumber: Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni

Hisyam II Di bawah pemangku Kuasa

Sejarah Para Khalifah: Hisyam II, Di Bawah Pemangku Kuasa
Minggu, 29 Mei 2011 09:46 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Setelah Khalifah Hakam II wfat, diangkatlah putranya, Hisyam II yang kala itu masih berusia 10 tahun untuk menjadi khalifah. Ia menggantikan ayahnya sebagai pemimpin Bani Umayyah di Andalusia yang ke-10. Atau jika dihitung secara kekhalifahan resmi, ada yang menyebutnya sebagai khalifah ke-3.

Karena Hisyam II masih sangat muda, maka urusan pemerintahan dikendalikan oleh Mursyih Al-Amri (pemangku kuasa), yaitu Mughirah bin Abddurahman—saudara Hakam II. Namun tokoh ini tak lama memegang kendali. Ia dibunuh oleh komplotan Ja'far bin Utsman yang sejak pemerintahan Khalifah Hakam II memangku jabatan Al-Hajib.

Jabatan Al-Hajib dalam ketatanegaraan Bani Umayyah kala itu adalah orang yang bertanggung jawab terhadap Rumah Tangga Istana. Dalam kehidupan istana Raja Inggris kita mengenal istilah Chamberlain. Karena khalifah adalah pemegang kekuasaan tertinggi, maka ia harus berhubungan erat dengan para pejabat Al-Hajib. Di sisi lain, para pejabat Al-Hajib ini pun sangat menentukan beberapa kebijakan penting istana.

Pembunuhan atas Mughirah itu menyebabkan terjadinya perebutan kekuasaan. Peristiwa ini merupakan noda hitam pertama dalam lembaran sejarah Bani Umayyah di Andalusia. Bagi Daulah Abbasiyah di Baghdad, peristiwa seperti itu mulai muncul sejak pembunuhan Khalifah Al-Mutawakkil. Setelah itu terjadi pertumpahan darah dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan. Umumnya, yang memegang peranan penting dalam peristiwa seperti ini adalah mereka yang dikenal dengan sultan atau pemegang kuasa. Sultan inilah yang biasanya mengendalikan khalifah.

Al-Wazir Muhammad bin Abu Amir yang menjabat sebagai pelaksana kekuasaan pada masa Khalifah Hakam II, segera bertindak mengambil-alih seluruh kekuasaan, termasuk jabatan Al-Hajib. Dialah yang menjabat Mursyih Al-Amri, pengganti Mughiran bin Abdurrahman.

Tokoh besar inilah yang selanjutnya berperan penting dalam memulihkan kondisi Bani Umayyah di Andalusia. Namanya pun disebut-sebut banyak orang. Belakangan ia menyebut dirinya Al-Mulk (raja); Al-Mulk Al-Manshur. Sejak itulah istilah Al-Mulk dikenal dalam lintasan sejarah Islam. Ketika beranjak dewasa, Khalifah Hisyam II mengukuhkan jabatan itu. Sehingga kekuasaan khalifah pun amat terbatas. Ia nyaris menjadi "tukang khutbah" dan "tukang stempel".

Dengan demikian, lahirlah generasi baru yang kendalinya melebihi wewenang khalifah. Jika di masa pemerintahan Bani Abbasiyah di Baghdad ada istilah sultan, maka di masa Daulah Umayyah di Andalusia, penguasa baru ini dikenal dengan Al-Mulk.

Masa kekuasaan Al-Mulk Al-Manshur berlangsung cukup lama. Ia memerintah selama 27 tahun. Dalam rentang masa itu, ia mengukir prestasi baik. Ia berhasil menciptakan kemakmuran bagi rakyat dengan mengembangkan bidang pertanian, perdagangan, dan dunia usaha. Ia juga berhasil melebarkan sayap kekuasaannya keluar.
Hal penting yang dicatat sejarah adalah perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan perpustakaan. Ia sangat gemar mengumpulkan karya-karya ilmiah dari berbagai negeri. Hal ini merupakan kegemaran Khalifah Hakam II sebelumnya.

Ia juga memberikan penghargaan yang baik kepada para sarjana dan ilmuwan. Hal ini bisa dimaklumi, sebab sebelumnya ia adalah seorang ahli hukum yang menjabat sebagai hakim agung.

Kebijakan Al-Mulk Al-Manshur lainnya yang dicatat sejarah adalah tindakannya memberikan fasilitas bagi suku-suku Barbar dalam lembaga ketentaraan untuk menggantikan unsur-unsur Arab. Ia mengundang Bani Zenata dan Bani Adawa dari Afrika Barat untuk membentuk ketentaraan di Andalusia. Ia juga memberikan jabatan-jabatan tinggi pada tokoh-tokoh Barbar tersebut.

Ia juga membentuk lembaga tinggi kepolisian negara yang dikenal dengan Al-Urafak. Kota satelit Az-Zuhra yang dibangun Khalifah Hakam II di luar Cordoba dengan bangunan-bangunan mengagumkan, diperluas oleh Al-Mulk Al-Manshur. Ia memindahkan pusat pemerintahan ke tempat itu.

Ketika terjadi penyerangan dari pihak Count of Castile Don Garcia Fernandez, Muhammad bin Abu Amir melakukan serangan balasan. Pertempuran panjang yang dikenal dengan Pertempuran Musim Panas pun berlangsung. Pada peperangan ini, pihak Cordoba meraih kemenangan.

Meski menang, bukan berarti pihak musuh menghentikan perlawanan. Hampir setiap tahun terus terjadi serangan. Kembali dari sebuah peperangan, pasukan Al-Mulk dihadang musuh di suatu tempat bernama Calatanazar. Ia gugur dalam peperangan itu, dan dimakamkan di sebuah kota bernama Salima. Al-Muk Al-Manshur wafat pada usia 65 tahun. Sepeninggalnya terjadi kemelut.


Redaktur: cr01
Sumber: Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni

Hisyam II Di bawah pemangku Kuasa

Sejarah Para Khalifah: Hisyam II, Di Bawah Pemangku Kuasa
Minggu, 29 Mei 2011 09:46 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Setelah Khalifah Hakam II wfat, diangkatlah putranya, Hisyam II yang kala itu masih berusia 10 tahun untuk menjadi khalifah. Ia menggantikan ayahnya sebagai pemimpin Bani Umayyah di Andalusia yang ke-10. Atau jika dihitung secara kekhalifahan resmi, ada yang menyebutnya sebagai khalifah ke-3.

Karena Hisyam II masih sangat muda, maka urusan pemerintahan dikendalikan oleh Mursyih Al-Amri (pemangku kuasa), yaitu Mughirah bin Abddurahman—saudara Hakam II. Namun tokoh ini tak lama memegang kendali. Ia dibunuh oleh komplotan Ja'far bin Utsman yang sejak pemerintahan Khalifah Hakam II memangku jabatan Al-Hajib.

Jabatan Al-Hajib dalam ketatanegaraan Bani Umayyah kala itu adalah orang yang bertanggung jawab terhadap Rumah Tangga Istana. Dalam kehidupan istana Raja Inggris kita mengenal istilah Chamberlain. Karena khalifah adalah pemegang kekuasaan tertinggi, maka ia harus berhubungan erat dengan para pejabat Al-Hajib. Di sisi lain, para pejabat Al-Hajib ini pun sangat menentukan beberapa kebijakan penting istana.

Pembunuhan atas Mughirah itu menyebabkan terjadinya perebutan kekuasaan. Peristiwa ini merupakan noda hitam pertama dalam lembaran sejarah Bani Umayyah di Andalusia. Bagi Daulah Abbasiyah di Baghdad, peristiwa seperti itu mulai muncul sejak pembunuhan Khalifah Al-Mutawakkil. Setelah itu terjadi pertumpahan darah dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan. Umumnya, yang memegang peranan penting dalam peristiwa seperti ini adalah mereka yang dikenal dengan sultan atau pemegang kuasa. Sultan inilah yang biasanya mengendalikan khalifah.

Al-Wazir Muhammad bin Abu Amir yang menjabat sebagai pelaksana kekuasaan pada masa Khalifah Hakam II, segera bertindak mengambil-alih seluruh kekuasaan, termasuk jabatan Al-Hajib. Dialah yang menjabat Mursyih Al-Amri, pengganti Mughiran bin Abdurrahman.

Tokoh besar inilah yang selanjutnya berperan penting dalam memulihkan kondisi Bani Umayyah di Andalusia. Namanya pun disebut-sebut banyak orang. Belakangan ia menyebut dirinya Al-Mulk (raja); Al-Mulk Al-Manshur. Sejak itulah istilah Al-Mulk dikenal dalam lintasan sejarah Islam. Ketika beranjak dewasa, Khalifah Hisyam II mengukuhkan jabatan itu. Sehingga kekuasaan khalifah pun amat terbatas. Ia nyaris menjadi "tukang khutbah" dan "tukang stempel".

Dengan demikian, lahirlah generasi baru yang kendalinya melebihi wewenang khalifah. Jika di masa pemerintahan Bani Abbasiyah di Baghdad ada istilah sultan, maka di masa Daulah Umayyah di Andalusia, penguasa baru ini dikenal dengan Al-Mulk.

Masa kekuasaan Al-Mulk Al-Manshur berlangsung cukup lama. Ia memerintah selama 27 tahun. Dalam rentang masa itu, ia mengukir prestasi baik. Ia berhasil menciptakan kemakmuran bagi rakyat dengan mengembangkan bidang pertanian, perdagangan, dan dunia usaha. Ia juga berhasil melebarkan sayap kekuasaannya keluar.
Hal penting yang dicatat sejarah adalah perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan perpustakaan. Ia sangat gemar mengumpulkan karya-karya ilmiah dari berbagai negeri. Hal ini merupakan kegemaran Khalifah Hakam II sebelumnya.

Ia juga memberikan penghargaan yang baik kepada para sarjana dan ilmuwan. Hal ini bisa dimaklumi, sebab sebelumnya ia adalah seorang ahli hukum yang menjabat sebagai hakim agung.

Kebijakan Al-Mulk Al-Manshur lainnya yang dicatat sejarah adalah tindakannya memberikan fasilitas bagi suku-suku Barbar dalam lembaga ketentaraan untuk menggantikan unsur-unsur Arab. Ia mengundang Bani Zenata dan Bani Adawa dari Afrika Barat untuk membentuk ketentaraan di Andalusia. Ia juga memberikan jabatan-jabatan tinggi pada tokoh-tokoh Barbar tersebut.

Ia juga membentuk lembaga tinggi kepolisian negara yang dikenal dengan Al-Urafak. Kota satelit Az-Zuhra yang dibangun Khalifah Hakam II di luar Cordoba dengan bangunan-bangunan mengagumkan, diperluas oleh Al-Mulk Al-Manshur. Ia memindahkan pusat pemerintahan ke tempat itu.

Ketika terjadi penyerangan dari pihak Count of Castile Don Garcia Fernandez, Muhammad bin Abu Amir melakukan serangan balasan. Pertempuran panjang yang dikenal dengan Pertempuran Musim Panas pun berlangsung. Pada peperangan ini, pihak Cordoba meraih kemenangan.

Meski menang, bukan berarti pihak musuh menghentikan perlawanan. Hampir setiap tahun terus terjadi serangan. Kembali dari sebuah peperangan, pasukan Al-Mulk dihadang musuh di suatu tempat bernama Calatanazar. Ia gugur dalam peperangan itu, dan dimakamkan di sebuah kota bernama Salima. Al-Muk Al-Manshur wafat pada usia 65 tahun. Sepeninggalnya terjadi kemelut.


Redaktur: cr01
Sumber: Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni

Sabtu, 28 Mei 2011

hakam II Pencinta buku dan sastra (9)

Sejarah Para Khalifah: Hakam II, Pencinta Buku dan Sastra
Jumat, 27 Mei 2011 11:03 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Pada usia 45 tahun, Hakam II diangkat sebagai Khalifah Daulah Umayyah Andalusia menggantikan ayahnya, Abdurrahman III. Jika Abdurrahman Ad-Dakhil dianggap sebagai khalifah pertama Daulah Umayyah di Andalusia, maka Hakam II adalah khalifah kesembilan.

Namun sebagian ahli sejarah menyebutkan, pemimpin Daulah Umayyah Andalusia dari Abdurrahman Ad-Dakhil hingga Abdullah bin Muhammad tidak disebut khalifah, tapi amir. Mereka baru menyematkan sebutan khalifah pada Abdurrahman III. Dengan demikian, Hakam II bisa disebut khalifah kedua Daulah Umayyah di Andalusia. Ia memerintah selama 17 tahun. Masa pemerintahannya cukup terpandang. Para ahli sejarah menyebut masa pemerintahannya dengan "zaman emas kesusastraan Arab di Spanyol".

Selain sukses membangun pemerintahan dalam negeri, Hakam II juga berhasil menjalin hubungan baik dengan pihak luar. Ia bisa menjalin hubungan dengan kerajaan Leon dan Navarre yang memang telah terikat perdamaian sebelumnya. Kedua kerajaan itu mengakui keberadaan Daulah Umayyah, dan mereka bersedia membayar pajak.

Bahkan Raja Sancho I dari Leon sempat berada di Cordoba selama dua tahun untuk mengobati tubuhnya yang menderita obesitas. Selama berada di kota itu, ia aman dan diberikan pelayanan yang baik.

Selain berhasil mengamankan wilayahnya, Hakam II juga meneruskan pembangunan perpustakaan Cordoba. Perpustakaan itu dibangun hingga menjadi perpustakaan terbesar di Eropa kala itu. Hakam II memang dikenal cinta buku. Ia sering mencari sendiri buku-buku yang sulit ditemukan.

Bahkan ia juga sering menulis surat untuk para penulis ternama. Ia juga tak segan-segan membayar naskah tulisan itu dengan harga yang mahal. Ia mempekerjakan orang-orang tertentu untuk mengelola perpustakaannya. Ia juga melindungi lembaga-lembaga kesusastraan dan memberikan hadiah bagi para sarjana.

Muhyiddin Al-Khayyath dalam kitabnya, Durus Tarikh Al-Islami, menyebutkan Abul Faraj—pujangga besar Arab kala itu—tengah menyusun kumpulan sajak dan lagu yang diberinama Al-Aghani. Mendengar hal itu, Hakam II segera mengirimkan utusan untuk menemui sang penulis. Naskah pertama karya itu dibayar dengan 1.000 dinar emas! Angka yang begitu besar. Tak heran kalau para ahli sejarah menyebut masa pemerintahannya dengan zaman bagi sastra Arab di Spanyol.

Khalifah Hakam II juga berhasil menghalau tantangan dari Daulah Fathimiyah yang inging merebut wilayah Afrika Barat. Setelah terjadi pertempuran selama empat tahun, di bawah pimpinan Panglima Ghalib, daerah itu bisa direbut kembali.

Pada 979 M, Khalifah Hakam II mengangkat Muhammad bin Abu Amir sebagai wazir, yang sebelumnya menjabat hakim agung. Saat itu, jabatan wazir mengepalai seluruh bagian pemerintahan, namun kekuasaan tertinggi tetap berada tangan khalifah. Kelak sepeninggal Khalifah Hakam II, Muhammad bin Abu Amir memainkan peran yang sangat penting selama 27 tahun. Ia seorang negarawan cakap dan ahli strategi perang.

Penunjukan itu bersamaan dengan adanya tantangan dari pihak utara, Kerajaan Navarre. Beberapa benteng dan perbatasan mulai diserang. Di tengah serangan-serangan itulah Khalifah Hakam II wafat dalam usia 62 tahun. Ia digantikan oleh putranya, Hisyam II yang kala itu masih berusia 10 tahun. Saudaranya, Mughirah bin Abdurrahman III menjabat sebagai Mursyih Al-Amri atau Pemangku Kuasa.


Redaktur: cr01
Sumber: Kisah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni

Kamis, 26 Mei 2011

Abdurrahman III sang penyelamat imperium

Sejarah Para Khalifah: Abdurrahman III, Sang Penyelamat Imperium
Kamis, 26 Mei 2011 10:20 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Abdurrahman III adalah orang yang paling cakap dan paling besar di antara para khalifah Bani Umayyah di Andalusia. Dia merupakan khalifah ke-8 yang menduduki tahta pada 912 M saat berusia 23 tahun. Ia memiliki kepribadian kuat, pertimbangan tepat, keteguhan hati, dan keberanian.

Ketika Abdurrahman naik tahta, Bani Umayyah berada dalam keadaan yang paling lemah. Namun ia meninggalkannya dalam keadaan paling kuat. Pemerintahannya membuka pertanda menggembirakan bagi jazirah itu karena menandai fajar kedamaian, kemakmuran dan kemegahan. Sehingga ia disebut sebagai Sang Penyelamat Imperium Muslim Andalusia.

Setelah naik tahta, ia dalam suatu pernyataan menuntut semua warganya untuk tundak tanpa syarat, tanpa memandang kelas. Dia berusaha membuang kebijakan pembangkang dan penjahat dalam pemerintahannya. Rencana besarnya, selain membasmi kekuatan-kekuatan penyeleweng dan pengacau, juga berupaya menciptakan keseimbangan politik, memulihkan perdamaian dan stabilitas dinasti yang tengah kacau.

Abdurrahman membuktikan dirinya sebagai seorang yang terhormat. Dia memiliki keteguhan hati dan keberanian yang menjadi ciri pemimpin di segala zaman. Kebijakan yang menunjukkan keberaniannya adalah memadamkan semua pemberontakan dan menegakkan kekuasaannya dari sungai Ebro sampai Atlantik dan dari kaki pegunungan Pyreneen sampai Gibraltar pada 913 M.

Dia memimpin sendiri tentaranya melawan para pemberontak di selatan. Keinginannya yang nyata untuk bersama-sama merasakan tak hanya kejayaan, tetapi juga keletihan dan bahaya, membangkitkan semangat tentaranya secara luar biasa. Sehingga ia berhasil merebut benteng Ecija, menundukkan Gubernur Sevilla serta menghancurkan musuh Bani Umayyah yang paling bandel, Ibnu Hafishan—sehingga bentengnya (Barbastro) berhasil diduduki. Begitu pula dengan pemberontak-pemberontak di sebelah barat, juga berhasil ditundukkan.

Pada masa pemerintahan Abdurrahman III, ketertiban dan kemakmuran meliputi seluruh imperium. Organisasi polisinya juga sempurna sehingga orang-orang asing atau para pedagang dapat bepergian ke daerah-daerah yang paling sukar dicapai tanpa sedikit pun takut akan mendapatkan penganiayaan atau bahaya. Untuk menyampaikan laporan dengan cepat, kuda-kuda penyambung ditempatkan di berbagai pos.

Berbagai fasilitas umum dibiayai dengan uang negara. Rumah-rumah sakit dan rumah-rumah peristirahatan untuk orang miskin dibangun. Sekolah-sekolah, perguruan tinggi-pergururan tinggi, serta perpustakaan terdapat di mana-mana di seluruh negeri. Perdagangan dan industri, kesenian dan ilmu pengetahuan juga didorong dan dikembangkan.

Sepertiga dari pendapatan negara setiap tahun dibelanjakan untuk memajukan pendidikan dan kebudayaan. Para astronom seperti Ahmad bin Nasar, para filsuf seperti Ibnu Masarrah, dan para dokter seperti Said dan Yahya bin Isyak, muncul dan berkembang pada masa pemerintahan Abdurrahman III.

Banyak karya orang Yunani yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Dekat Cordoba, ia juga membangun sebuah istana yang indah, Az-Zahra, yang dianggap sebagai suatu keajaiban kesenian Islam. Istana kerajaan ini memiliki 400 kamar yang konon dapat menampung ribuan budak dan pegawai. Istana Az-Zahra terbuat dari pualam putih yang didatangkan dari Nurmidia dan Carthago. Ia juga menerangi sebuah jalan Cordoba sepanjang 16 kilometer dengan cahaya yang begitu terang. Padahal, jalan-jalan yang bagus di Inggris dan Prancis pada saat itu masih langka.

Dengan seluruh pencapaiannya, dapatlah dikatakan bahwa masa pemerintahannya merupakan masa keemasan Andalusia (Spanyol). Dia mengangkat negeri yang berantakan itu ke tempat yang sukar dibayangkan sebelumnya.

Abdurrahman III wafat pada Oktober 961 M. Masa pemerintahannya berlangsung selama 49 tahun. Seperti dituturkan Imam As-Suyuthi, dialah yang pertama kali dipanggil dengan sebutan Amirul Mukminin, bertepatan dengan masa kemunduran Daulah Abbasiyah di Baghdad di bawah kepemimpinan Khalifah Al-Muqtadir. Sebelumnya, khalifah Daulah Umayyah di Andalusia dipanggil dengan sebutan Amir.




Redaktur: cr01
Sumber: Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni

ABDULLAH BIN MUHAMMAD.lukisan keberanian dan kedermawanan

Sejarah Para Khalifah: Abdullah bin Muhammad, Lukisan Keberanian dan Kedermawanan
Rabu, 25 Mei 2011 18:00 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Abdullah bin Muhammad adalah Khalifah Ketujuh Daulah Umayyah di Andalusia. Ia menjadi khalifah menggantikan saudaranya, Mundzir bin Muhammad, yang wafat pada 275 H. Khalifah Abdullah memerintah selama 25 tahun. Namun masa-masa awal pemerintahannya diwarnai banyak kerusuhan.

Imam As-Suyuthi dalam Tarikh Al-Khulafa’ mengatakan, Abdullah bin Muhammad adalah khalifah yang paling baik di Andalusia, baik dari sisi ilmu pengetahuan maupun sisi agama.

Wilayah Lusitania yang telah berhasil diamankan pada masa pemerintahan Mundzir bin Muhammad, bergejolak kembali di bawah pimpinan Muhammad bin Taqut, Gubernur Torre er Mosa, yang terletak di sebelah utara Badajoz. Ia berhasil merebut ibukota wilayah Lusitania, kota Merida.

Sementara itu, Ibnu Marwan Al-Ghaliki yang sebelumnya diporak-porandakan oleh pasukan Mundzir, kembali menyusun kekuatan. Ia berhasil merebut berbagai kota dan benteng di wilayah Lusitania.

Ghalib bin Umar yang telah menguasai wilayah bagian utara itu menjalin hubungan dengan Dinasti Aghlabiyah di Qairawan. Ia menyatakan tundak kepada Daulah Abbasiyah yang berpusat di Baghdad.

Ketika Dinasti Aghlabiyah ditaklukkan oleh Dinasti Fathimiyah, Ghalib bin Umar segera mendekati Dinasti Fathimiyah, dan menyatakan tunduk di bawah kekuasaan dinasti beraliran Syiah itu.

Lama-kelamaan, Ghalib bin Umar berhasil maju dan masuk ke wilayah Castile hingga Raja Alfonso III dan putranya, Don Garcia, terus terdesak. Di wilayah Zamora, pecahlah peperangan sengit. Ghalib bin Umar dan panglimanya, Abul Qasim, tewas.

Sementara itu, Khalifah Abdullah berhasil mengamankan wilayah barat dan selatan kekuasaannya. Ketika Raja Alfonso III hendak maju ke Toledo, Navarre dan Aragon. Khalifah Abdullah dan pasukannya maju ke arah utara.

Di lain pihak, terdapat ketidakpuasan Don Garcia pada ayahnya. Kemelut pun pecah dan berlangsung lama hingga Raja Alfonso III meletakkan jabatannya. Situasi ini dimanfaatkan sebaik mungkin oleh Khalifah Abdullah untuk memulihkan wilayah itu.

Pada usia 42 tahun, Khalifah Abdullah meninggal dunia. Sepuluh tahun terakhir dari masa kekuasaannya digunakan untuk memulihkan pembangunan akibat kemelut yang terus terjadi. Kesempatan itu terbuka karena tak ada ancaman dari wilayah Asturia dan Leon. Wilayah itu tengah dilanda kemelut antar ayah dan anak.

Masa pemerintahannya yang berlangsung selama 25 tahun dicatat oleh sejarawan dengan kalimat sirah syaja’atin wa sikha’, riwayat hidup yang melukiskan keberanian dan kedermawanan.




Redaktur: cr01
Sumber: Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni

Rabu, 25 Mei 2011

DZIKIR RASULULLAH

• DZIKIR dan DOA RASULLAH pada PETANG hari •.*♥✿♥*•
♥•.♥♥.•*´¨`*•.♥.♥.•*´¨`*•.*♥✿♥*.•*´'`*•.♥♥.•*´`*•♥•*´`*•.♥

1. A’udzubilahi minaSyaithonirRojim...
Bismillahirrohmaanirrohiim.

2. Ayat kursi.

Barangsiapa membaca ayat ini(ayat kursi) ketika pagi hari, maka ia dilindungi dari gangguan hingga sore hari dan barangsiapa mengucapkannya ketika sore hari, maka ia dilindungi dari gangguan jin hingga pagi hari
(Mustadrak AlHakim I/562,Shahih atTarghiib wat Tarhiib I/418 no.662, shahih)

3. Al ikhlas (3x), Al Falaq (3x), An naas (3x)

Barangsiapa membaca tiga surat(Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Naas) setiap pagi dan sore hari sebanyak tiga kali, maka tiga surat tersebut cukup baginya dari segala sesuatu, Yakni mencegahnya dari berbagai kejahatan
(HR. Abu Dawud no.5082, Tirmidzi no.3575, Ahmad V/312)

4. Astagfirullahi wa atubuila ilaihi (100x).

(HR. Bukhari/Fathul Baari XI/101, Muslim no.2702)

Dari Ibnu Umar.r.a Rasullah bersabda “Wahai manusia, bertobatlah kalian kepada Allah, sesungguhnya Aku bertobat kepadaNYA dalam sehari seratus kali (HR.Muslim no.2075)

Nabi bersabda”Barangsiapa mengucapkan ’Astagfirullahi wa atubuila ilaihi’ maka Allah mengampuni dosanya meskipun ia lari dari medan perang” (HR.Abu Dawud no.1517, Tirmidzi no.3577)

5. Amsayna, wa amsal muluku lillahi walhamdulillahi, Lailaha ilawlah wahdahu la syarikalah lahul mulku walahul hamdu wahuwa a’la kulli syai’in kodir.
Robbi as’alukal khair mafi hadzal Lail, wa khair ma ba’dahu, wa A’udzubika min syari ma fi hadzal Lail, wa syari ma ba’dahu. Robbi A’udzubika minal Kasali wa su’il Kibar, wa A’udzubika min Adzabin fi Naar wa adzabi fil Kobr.

♥ Amsayna = waktu sore…

(HR. Muslim no.2723, Abu Dawud no. 5071, Tirmidzi no.3390)

6. Amsayna ‘ala fitratil Islam, wa’ ala kalimatil Ikhlas, wa’ ala diini nabiyina Muhammad, wa’ala milati abina Ibrahim, Hanifan musliman wa ma kana minal musyrikin (HR.Ahmad III/406, 407)

7. Allahuma bika Amsayna,, wa bika Asbahna, wa bika Nahya, wa bika Namut, wa ilaikan Nusyuur.
(HR,Bukhari dalam Aladab al Mufrad no. 1199)

♥ Sayyidul Istighfar.

8. Allahuma Anta robbi, la ilaha ila Anta Kholaqtani, wa ana abduka, wa ana a’la Ahdika, wawa’dika mastatho’tsu, A’udzubika min syarri ma shona’tu abu’u laka bi ni’matika A’laya, wa abu’u bi dzanbi, fagfirlii, fa inahu layaghf iru dzunuba ila Anta.

Barangsiapa membaca dengan yakin di waktu pagi, lalu ia meninggal sebelum masuk waktu sore, maka ia termasuk ahli syurga, Barangsiapa membaca dengan yakin di waktu sore, lalu ia meninggal sebelum masuk waktu pagi, maka ia termasuk ahli syurga. (HR. Bukhari no.6306, 6323, AhmadIV/122-125)

9. Allahuma A’fini fi badani, Allahuma Afini fi sam’i, Allahuma Afini fi bashari Lailaha ila Anta., Allahuma ini A’udzubika minal Kufri wal Fakri, wa A’udzubika min adzabil Kobri Lailaha ila Anta (3x)
(HR,Bukhari dalam Al adab al Mufrad no. 701)

10. Allahuma ini as’aluka afwa wal a’fiah fi dunia wal akhirah, Allahuma ini as’aluka afwa wal a’fiah fi diin wa dunia wal ahli wa maali, Allahuma astur ‘aurati wa min ra’ati Allahuma ahfadhni min baini yadayya, wa min kholfi, wa ‘an yamini wa ‘an syimali wa min fauqi, wa Audzu bi’adzomatika an ‘ughtala min tahti.
(HR. Bukhari no.1200, Abu Dawud no.5074)

11. Allahuma ‘alimal ghoibi wa syahadah, Fathiras samawati wal ‘ard, Robbi kulli sya’in wa malikah, Ashadu ala ilaha ila Anta, Audzubika min syari Nafsih wa min syarri syaithon, wa syirkihi,wa an aqtarifa ‘ala nafsi suu’an aw ajurah ila muslim

NabiSAW bersabda kepada Abu Bakar AsShidiq “ Ucapkanlah pagi dan petang dan ketika engkau hendak tidur
(HR,Bukhari dalam Al-adab al Mufrad no. 1202)

12. Bismilahiladzi la ya dhuruhu ma’asmihi syai’un, fil ardhi wala fi sama wahuwa sami’ul ‘alim (3x)

Barangsiapa membaca sebanyak tiga kali ketika pagi dan sore hari, maka tidak ada sesuatupun yang membahayakan dirinya (HR.Tirmidzi no.3388)

13. Rodhitu billahi Robba, wabil Islami dina, wabi Muhamadin Nabiya (3x)

Barangsiapa membaca sebanyak tiga kali ketika pagi dan sore hari, maka Allah memberikan keridhoannNYA pada hariKiamat. (HR.Abu Dawud no.5070)

14.Yaa Hayyu yaa Qoyyum, bi rahmatika astaghitsu ashlihli sya’ni kullahu watakilni ila nafsih thorfata ‘ain. (HR. AnNasa’i no.575)

15. A’udzu bi kalimati Tammati min syarri ma khalaq (3x)
(HR.Ahmad II/290, AnNasa’no.596)

16. Lailaha ilawlah wahdahu la syarikalah lahul mulku walahul hamdu wahuwa a’la kulli syai’in kodir (100x)

Barangsiapa membacanya 100 X sehari, maka baginya (pahala) seperti memerdekakan sepuluh budak, ditulis seratus kebaikan, dihapus darinya seratus keburukan,…
(HR.Bukhari no.3293, Muslim no. 2691).

*>Ibnu Qayyum : Dzikir Petang dibaca diantara waktu Ashar sampai Tenggelamnya Matahari

♥<~~✿~~✿~♥~✿~♥~~✿~~>OT<~~✿~~♥~✿~♥~~✿~~✿~>♥

Anta fil wuzdaani hayyun Anta lil aynayni dayyun Anta indal hawdi riyyun Anta haadin wa safiyyun Ya Habiibi Ya Muhammad Ya Nabi Salaam Alayka Ya Rasul Salaam Alayka Ya Habiib Salaam Alayka Salawatullah Alayka

*Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad,keluarga dan sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman.
Semoga bermanfaat n dapat mengamalkannya..Aamiin ya Robb.

Met petang..have a nice day
Wassalam.♥ Oki Tien

♥<~♥~✿~♥~~✿~~> SALAM UHIBUKA FILLAH<~~✿~~♥~✿~♥~>♥
♥.•*´¨`*•♥•*´¨`*•.♥.♥.•*´¨`*•.*♥✿♥*.•*´'`*•.♥♥.•*´`*•♥•*´`*•.♥
Tambahkan keterangan
•*♥✿♥*• DZIKIR dan DOA RASULLAH pada PETANG hari •.*♥✿♥*• ♥•.♥♥.•*´¨`*•.♥.♥.•*´¨`*•.*♥✿♥*.•*´'`*•.♥♥.•*´`*•♥•*´`*•.♥ 1. A’udzubilahi minaSyaithonirRojim... Bismillahirrohmaanirrohiim. 2. Ayat kursi. Barangsiapa membaca ayat ini(ayat kursi) ketika pagi hari, maka ia dilindungi dari gangguan hingga sore hari dan barangsiapa mengucapkannya ketika sore hari, maka ia dilindungi dari gangguan jin hingga pagi hari (Mustadrak AlHakim I/562,Shahih atTarghiib wat Tarhiib I/418 no.662, shahih) 3. Al ikhlas (3x), Al Falaq (3x), An naas (3x) Barangsiapa membaca tiga surat(Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Naas) setiap pagi dan sore hari sebanyak tiga kali, maka tiga surat tersebut cukup baginya dari segala sesuatu, Yakni mencegahnya dari berbagai kejahatan (HR. Abu Dawud no.5082, Tirmidzi no.3575, Ahmad V/312) 4. Astagfirullahi wa atubuila ilaihi (100x). (HR. Bukhari/Fathul Baari XI/101, Muslim no.2702) Dari Ibnu Umar.r.a Rasullah bersabda “Wahai manusia, bertobatlah kalian kepada Allah, sesungguhnya Aku bertobat kepadaNYA dalam sehari seratus kali (HR.Muslim no.2075) Nabi bersabda”Barangsiapa mengucapkan ’Astagfirullahi wa atubuila ilaihi’ maka Allah mengampuni dosanya meskipun ia lari dari medan perang” (HR.Abu Dawud no.1517, Tirmidzi no.3577) 5. Amsayna, wa amsal muluku lillahi walhamdulillahi, Lailaha ilawlah wahdahu la syarikalah lahul mulku walahul hamdu wahuwa a’la kulli syai’in kodir. Robbi as’alukal khair mafi hadzal Lail, wa khair ma ba’dahu, wa A’udzubika min syari ma fi hadzal Lail, wa syari ma ba’dahu. Robbi A’udzubika minal Kasali wa su’il Kibar, wa A’udzubika min Adzabin fi Naar wa adzabi fil Kobr. ♥ Amsayna = waktu sore… (HR. Muslim no.2723, Abu Dawud no. 5071, Tirmidzi no.3390) 6. Amsayna ‘ala fitratil Islam, wa’ ala kalimatil Ikhlas, wa’ ala diini nabiyina Muhammad, wa’ala milati abina Ibrahim, Hanifan musliman wa ma kana minal musyrikin (HR.Ahmad III/406, 407) 7. Allahuma bika Amsayna,, wa bika Asbahna, wa bika Nahya, wa bika Namut, wa ilaikan Nusyuur. (HR,Bukhari dalam Aladab al Mufrad no. 1199) ♥ Sayyidul Istighfar. 8. Allahuma Anta robbi, la ilaha ila Anta Kholaqtani, wa ana abduka, wa ana a’la Ahdika, wawa’dika mastatho’tsu, A’udzubika min syarri ma shona’tu abu’u laka bi ni’matika A’laya, wa abu’u bi dzanbi, fagfirlii, fa inahu layaghf iru dzunuba ila Anta. Barangsiapa membaca dengan yakin di waktu pagi, lalu ia meninggal sebelum masuk waktu sore, maka ia termasuk ahli syurga, Barangsiapa membaca dengan yakin di waktu sore, lalu ia meninggal sebelum masuk waktu pagi, maka ia termasuk ahli syurga. (HR. Bukhari no.6306, 6323, AhmadIV/122-125) 9. Allahuma A’fini fi badani, Allahuma Afini fi sam’i, Allahuma Afini fi bashari Lailaha ila Anta., Allahuma ini A’udzubika minal Kufri wal Fakri, wa A’udzubika min adzabil Kobri Lailaha ila Anta (3x) (HR,Bukhari dalam Al adab al Mufrad no. 701) 10. Allahuma ini as’aluka afwa wal a’fiah fi dunia wal akhirah, Allahuma ini as’aluka afwa wal a’fiah fi diin wa dunia wal ahli wa maali, Allahuma astur ‘aurati wa min ra’ati Allahuma ahfadhni min baini yadayya, wa min kholfi, wa ‘an yamini wa ‘an syimali wa min fauqi, wa Audzu bi’adzomatika an ‘ughtala min tahti. (HR. Bukhari no.1200, Abu Dawud no.5074) 11. Allahuma ‘alimal ghoibi wa syahadah, Fathiras samawati wal ‘ard, Robbi kulli sya’in wa malikah, Ashadu ala ilaha ila Anta, Audzubika min syari Nafsih wa min syarri syaithon, wa syirkihi,wa an aqtarifa ‘ala nafsi suu’an aw ajurah ila muslim NabiSAW bersabda kepada Abu Bakar AsShidiq “ Ucapkanlah pagi dan petang dan ketika engkau hendak tidur (HR,Bukhari dalam Al-adab al Mufrad no. 1202) 12. Bismilahiladzi la ya dhuruhu ma’asmihi syai’un, fil ardhi wala fi sama wahuwa sami’ul ‘alim (3x) Barangsiapa membaca sebanyak tiga kali ketika pagi dan sore hari, maka tidak ada sesuatupun yang membahayakan dirinya (HR.Tirmidzi no.3388) 13. Rodhitu billahi Robba, wabil Islami dina, wabi Muhamadin Nabiya (3x) Barangsiapa membaca sebanyak tiga kali ketika pagi dan sore hari, maka Allah memberikan keridhoannNYA pada hariKiamat. (HR.Abu Dawud no.5070) 14.Yaa Hayyu yaa Qoyyum, bi rahmatika astaghitsu ashlihli sya’ni kullahu watakilni ila nafsih thorfata ‘ain. (HR. AnNasa’i no.575) 15. A’udzu bi kalimati Tammati min syarri ma khalaq (3x) (HR.Ahmad II/290, AnNasa’no.596) 16. Lailaha ilawlah wahdahu la syarikalah lahul mulku walahul hamdu wahuwa a’la kulli syai’in kodir (100x) Barangsiapa membacanya 100 X sehari, maka baginya (pahala) seperti memerdekakan sepuluh budak, ditulis seratus kebaikan, dihapus darinya seratus keburukan,… (HR.Bukhari no.3293, Muslim no. 2691). *>Ibnu Qayyum : Dzikir Petang dibaca diantara waktu Ashar sampai Tenggelamnya Matahari ♥<~~✿~~✿~♥~✿~♥~~✿~~>OT<~~✿~~♥~✿~♥~~✿~~✿~>♥ Anta fil wuzdaani hayyun Anta lil aynayni dayyun Anta indal hawdi riyyun Anta haadin wa safiyyun Ya Habiibi Ya Muhammad Ya Nabi Salaam Alayka Ya Rasul Salaam Alayka Ya Habiib Salaam Alayka Salawatullah Alayka *Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad,keluarga dan sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman. Semoga bermanfaat n dapat mengamalkannya..Aamiin ya Robb. Met petang..have a nice day Wassalam.♥ Oki Tien ♥<~♥~✿~♥~~✿~~> SALAM UHIBUKA FILLAH<~~✿~~♥~✿~♥~>♥ ♥.•*´¨`*•♥•*´¨`*•.♥.♥.•*´¨`*•.*♥✿♥*.•*´'`*•.♥♥.•*´`*•♥•*´`*•.♥
Dalam foto ini: Parwoko SatrioMataram (foto), Muhamad Arif (foto), Ikeu Widhiani (foto), Sani Jasmin (foto), Bya Nabila Aulia (foto), Moch Noer Fatikhah (foto), Ukhti La Tahzan, Dedeh Kurnia, Annisa Salsabila, Endel Lia, Henny Hanurian, Ericho Maulana Ikhsan, Yuliana Hasan, Nok Unyil'e Mamah, Abie Mtalfatih (foto), Umi Salamah (foto), Nok Ia, Putra Angkasa (foto), Bunda Ambar (foto), Abie Raudhah Said (foto), Aathif Al Ghuroba II (foto), Gusti Farhan Putra (foto), Abi Imbong, Kasman Alfaridzi II (foto), Isj Ratna (foto), Kang Sukma (foto · hapus tanda), Laksemana Bintan, Ahmad Zidane (foto), Nana Ratna Isnasari, Sugianto Parjan Full (foto), Mansur Hidayat (foto), Andrew Black (foto), Revalina Sri Utami, Arumi Dewi (foto), Mano Mahesa, Tetesan embun penyejuk kalbu ( Renungan dakwah islam ), Das Mbanyumas (foto), Ade 'Gono' Kuspardi (foto), Andre Arifani, Asep Suhendar (foto), Thinker Bell (foto), Ella Istiqomah (foto), Zahrah Ceria (foto), Aryans Poejakesuma (foto), Juan Pablo Carlos (foto), 'Ari Prasetyo, Ahdi Ahmad Afandi (foto), Anna Dilla Fadillah, Annisa Sholehah PemburuRidho'illahi (foto), Yolandari Pramita, Ingin Ibadah (foto)
Ditambahkan 4 jam yang lalu · SukaTidak Suka ·

Selasa, 24 Mei 2011

Mundzir bin Muhammad..Pahlawan Basbastro

Sejarah Para Khalifah: Mundzir bin Muhammad, Pahlawan Basbastro
Rabu, 25 Mei 2011 10:09 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Kemampuan ayah, tak selamanya menurun pada sang anak. Jika Muhammad I—Khalifah Kelima Daulah Umayyah di Andalusia—mampu mempertahankan kekuasaan hingga 34 tahun lamanya, membangun negeri dan memperluas wilayahnya, maka tidak demikian dengan putranya, Mundzir. Sang anak yang naik tahta menggantikan ayahnya ini hanya mampu mengendalikan pemerintahannya tak sampai dua tahun.

Hal ini bukan karena kemampuannya sendiri, tetapi keadaan yang memang kacau sepeninggal ayahnya. Ia diangkat pada 273 H. Masa pemerintahannya bersamaan dengan Raja Alfonso III dari kerajaan Austria-Leon dan Khalifah Al-Mu’tamid dari Daulah Abbasiyah di Baghdad.

Ketika Khalifah Muhamad meninggal, pemimpin beberapa wilayah berniat melepaskan diri. Di antaranya Ghalib bin Umar. Dia adalah putar Umar bin Hafishan. Ia berasal dari wilayah Maraga, bagian selatan Spanyol. Umar bin Hafishan pernah mengumumkan diri sebagai penguasa wilayah Aragon.

Pada sebuah pertempuran, ia tewas memprtahankan benteng dan kota Saragossa. Putranya, Ghalib bin Umar, terpaksa mengundurkan diri dan bersembunyi di daerah pegunungan Pyreneen.

Dalam bentangan sejarah, Ghalib bin Umar dikenal sebgai tokoh perkasa yang disegani lawan. Ia juga cukup disegani, oleh Raja Alfonso III maupun penguasa di Cordoba.

Begitu mendengar kemangkatan Khalifah Muhammad I, Ghalib langsung kelaur dari persembunyiannya. Dalam waktu singkat, ia mendapatkan dukungan dari beragam kalangan. Bersama pasukannya, ia berhasil menaklukkan beberapa wilayah seperti kota dan benteng Uesca, Tudela, dan Lerida. Bahkan Ghalib berhasil merebut benteng Saragossa yang terkenal itu.

Dalam waktu singkat ia mampu membentangkan kekuasaannya hingga pinggiran sungai Ebro. Setelah berhasil wilayah Aragon, Ghalib mengarahkan matanya ke wilayah Toledo dan Castile.

Sementara itu, Khalifah Mundzir tak bisa berbuat banyak menghadapi serangan di wilayah Aragon itu. Sebab saat itu ia sedang memadamkan kerusuhan di wilayah Lusitania.

Pada 275 H, barulah Khalifah Mundzir berangkat dengan pasukannya untuk menghadang serangan Ghalib sekaligus merebut kembali kota-kota yang sudah dikuasai. Akhirnya, Saragossa berhasil direbut kembali. Begitu pun kota dan benteng Lerida.

Dalam gerakannya untuk merebut Uesca, pasukan musuh bertahan di sebuah tempat yang dikenal dalam sejarah. Tempat itu bernama Barbastro, terletak antara Lerida dan Uesca. Pasukan Khalifah Mundzir dijebak di lembah tersebut dan menghadapi serangan mendadak.

Pertempuran besar pun pecah. Dalam sejarah, peristiwa itu dikenal dengan Perang Barbastro. Pasukan Khalifah Mundzir tak kuasa membendung serangan lawan, dan kocar-kacir. Ia sendiri terpaksa mengakhiri riwayat kepemimpinannya sekaligus hidupnya. Ia gugur dalam perang ini.

Sementara itu, pasukan Ghalib berhasil menaklukkan wilayah Aragon. Selanjutnya, dengan mudah ia bisa memasuki wilayah Toledo. Benteng dan kota itu jatuh ke tangannya. Kini, satu wilayah besar berada di depannya, Castile!






Redaktur: cr01
Sumber: Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni

Tasawuf

Syari'ah, Thariqah, Haqiqah dan Ma'rifah

Jumat, 20 Mei 2011 21:14 WIB

oleh KH Ali Yafie *



Kata syari'ah telah beredar luas di kalangan umat muslim. Bahkan, dalam al-Qur'an sendiri, kata tersebut telah dipakai antara lain pada Surah Al-Jatsiyah: 18. Pemakaian kata tersebut mengacu kepada makna ajaran dan norma agama itu sendiri. Dalam perkembangan Islam munculnya tiga kata thariqah, haqiqah dan ma'rifah, telah mengakibatkan terbatasnya pengertian syari'ah sehingga lebih banyak mengacu pada norma hukum. Sedangkan tiga kata lainnya menjadi terma yang terkenal dalam tasawuf. Karena itu ada baiknya kita lebih dahulu berbicara tentang tasawuf itu sendiri.



Mengenai kelompok tasawuf ada dua pendapat. Pertama, mereka adalah kelompok spiritual dalam umat Islam yang berada di tengah-tengah dua kelompok lainnya yang disebut kelompok formal dan kelompok Intelektual. Kelompok intelektual ini terdiri dari ulama-ulama mutakallim (ahli teologi), sedangkan kelompok formal terdiri dari ulama-ulama muhaddits dan fuqaha. Kedua, bahwa tasawuf itu hanyalah suatu kecenderungan spiritual yang membentuk etika moral dan lingkungan sosial khusus. Sehingga seharusnya kita katakan seorang muhaddttsin sekaligus juga ulama sufiyah, begitu pula seorang mutakallimin sekaligus juga ulama sufiyah.



Ajaran Tasawuf pada dasarnya merupakan bagian dari prinsip-prinsip Islam sejak awal. Ajaran ini tak ubahnya merupakan upaya mendidik diri dan keluarga untuk hidup bersih dan sederhana, serta patuh melaksanakan ajaran-ajaran agama dalam kehidupannya sehari-hari. Ibnu Khaldun mengungkapkan, pola dasar tasawuf adalah kedisiplinan beribadah, konsentrasi tujuan hidup menuju Allah (untuk mendapatkan ridla-Nya), dan upaya membebaskan diri dari keterikatan mutlak pada kehidupan duniawi, sehingga tidak diperbudak harta atau tahta, atau kesenangan duniawi lainnya. Kecenderungan seperti ini secara umum terjadi pada kalangan kaum muslim angkatan pertama. Pada angkatan berikutnya (abad 2 H) dan seterusnya, secara berangsur-angsur terjadi pergeseran nilai sehingga orientasi kehidupan duniawi menjadi lebih berat. Ketika itulah angkatan pertama kaum muslim yang mempertahankan pola hidup sederhananya lebih dikenal sebagai kaum sufiyah.



Keadaan tersebut berkelanjutan hingga mencapai puncak perkembangannya pada akhir abad 4 H. Dalam masa tiga abad itu dunia Islam mencapai kemakmuran yang melimpah, sehingga di kalangan atas dan menengah terdapat pola kehidupan mewah, seperti kita dapat simak dalam karya sastra "cerita seribu satu malam" di masa kejayaan kekhalifahan Abbasiyah. Pada masa itu gerakan tasawuf juga mengalami perkembangan yang tidak terbatas hanya pada praktek hidup bersahaja saja, tapi mulai ditandai juga dengan berkembangnya suatu cara penjelasan teoritis yang kelak menjadi suatu disiplin ilmu yang disebut ilmu Tasawuf.



Pada tingkat perkembangan inilah muncul beberapa terma yang dulunya tidak lazim dipakai dalam ilmu-ilmu keislaman. Upaya penalaran para ulama muhaddits dan fuqaha dalam menjabarkan prinsip-prinsip ajaran Islam mengenai penataan kehidupan pribadi dan masyarakat yang sudah berkembang selama tiga abad—dengan munculnya disiplin ilmu Tasawuf—terjadilah pemisahan antara dua pola penalaran, yaitu produk penalaran ulama muhaddits dan fuqaha yang disebut syari'ah, dan produk penalaran ulama tasawuf yang disebut haqiqah. Selanjutnya para fuqaha pun disebut ahli syari'ah dan para ulama tasawuf disebut ahli haqiqah.



Pada tahap perkembangannya, secara berangsur-angsur pola pikir dan pola hubungan antara ahli syari'ah dan ahli haqiqah makin berbeda. Dan ini menimbulkan banyak pertentangan antara kedua kelompok tersebut. Perbedaan tersebut ditandai dengan beberapa hal berikut:



1. Ahli syari'ah menonjolkan—kadang-kadang secara berlebih-lebihan—soal pengalaman agama dalam bentuk yang formalistik (syi'ar-syi'ar lahiriah). Sedang dilain pihak, para ahli haqiqah menonjolkan aspek-aspek batiniah ajaran Islam.



2. Adanya teori-teori ahli haqiqah yang menggusarkan para ahli syari'ah, misalnya teori al-fana fi 'l-Lah (peleburan diri dalam Allah) yang dikemukakan Abu Yazid al-Busthami dan teori Hub Allah (cinta Allah) hasil pemikiran Rabi'ah Al-'Adawiyah serta teori Maqamat-Ahwal (terminal-terminal dan situasi-situasi) ciptaan Dzunnun Al-Mishri. Semua itu dianggap sebagai ajaran aneh oleh para ahli syari'ah.



3. Sebagian ahli haqigah tidak merasa terikat dengan syi'ar-syi'ar agama yang ritual-formalistis. Mereka berkata, kalau seseorang sudah mencapai derajat wali, dia sudah bebas dari ikatan-ikatan formal. Padahal, para pendahulu mereka sangat disiplin dalam pengalaman syari'ah.



4. Ahli haqiqah mengklaim, siapa yang telah sampai perjalanan rohaniahnya kepada Allah dan sudah terlebur dirinya dalam diri Allah, maka dia akan mampu menaklukkan alam dan melakukan hal-hal yang luar biasa (keramat).



Jurang pemisah yang makin hari makin melebar antara ahli syari'ah dan ahli haqiqah makin menjadi-jadi pada sekitar akhir abad kelima Hijriyah, dan Imam Ghazali berupaya memulihkannya. Dalam kaitan inilah beliau tampil dengan karya besarnya Ihya 'Ulum Al-Din. Dalam buku ini beliau mempertemukan teori-teori syari'ah dengan teori-teori haqiqah. Ternyata upaya al-Ghazali ini sangat membantu dalam merukunkan kembali antara para ahli syari'ah dengan ahli haqiqah.



Di Indonesia kita lebih banyak mengenal ajaran tasawuf lewat lembaga keagamaan non-formal yang namanya "tarekat" asal kata thariqah. Di Jawa Timur misalnya, kita jumpai Tarekat Qadiriyah yang cukup dikenal, disamping Tarekat Naqsyabandiyah, Syadziliyah, Tijaniyah dan Sanusiyah. Dalam satu dasawarsa terakhir ini, kita melihat adanya langkah lebih maju dalam perkembangan tarekat-tarekat tersebut dengan adanya koordinasi antara berbagai macam tarekat itu lewat ikatan yang dikenal dengan nama Jam'iyah Ahl al-Thariqah al-Mu'tabarah. Pada tahun lima puluhan, pemerintah Mesir menempatkan pembinaan dan koordinasi tarekat-terekat tersebut di bawah Departemen Bimbingan Nasional (Wizarah al-Irsyad al-Qaumi). Pertimbangannya ialah, bagaimanapun keberadaan penganut-penganut tarekat itu merupakan bagian dari potensi bangsa/umat, yang berhak mendapatkan perlindungan dalam rangka tertib kemasyarakatan suatu negara.



Untuk lebih mengenal adanya tarekat itu, ada baiknya kita mempertanyakan kapankah munculnya tarekat (al-thuruq al-shufiyah) itu dalam sejarah perkembangan gerakan tasawuf Dr. Kamil Musthafa al-Syibi dalam tesisnya tentang gerakan tasawuf dan gerakan syi'ah mengungkapkan, tokoh pertama yang memperkenalkan sistem thariqah (tarekat) itu Syekh Abdul Qadir al-Jailani (w. 561 H/1166 M) di Baghdad. Ajaran tarekatnya menyebar ke seluruh penjuru dunia Islam, yang mendapat sambutan luas di Aljazair, Ghinia dan Jawa. Sedangkan di Mesir, tarekat yang banyak pengikutnya Tarekat Rifa'iyyah yang dibangun Sayid Ahmad al-Rifa'i. Dan tempat ketiga diduduki tarekat ulama penyair kenamaan Parsi, Jalal al-Din al-Rumi (w. 672 H/1273 M). Beliau membuat tradisi baru dengan menggunakan alat-alat musik sebagai sarana dzikir. Kemudian sistem ini berkembang terus dan meluas.



Dalam periode berikutnya muncul tarekat al-Syadziliyah yang mendapat sambutan luas di Maroko dan Tunisia khususnya, dan dunia Islam bagian Timur pada umumnya.



Yang juga perlu dicatat di sini ialah munculnya Tarekat Sanusiyah yang mempunyai disiplin tinggi mirip disiplin militer. Di bawah syeikhnya yang terakhir, Sayyid Ahmad al-Syarif al-Sanusi berhasil menggalang satu kekuatan perlawanan rakyat yang mampu memerangi kolonialis Italia, Perancis dan Inggris secara berturut-turut, dan akhirnya membebaskan wilayah Libya. Mungkin sifat keras dari iklim yang dibentuk Tarekat Sanusiyah inilah yang mewarnai Mu'ammar al-Qadafi mengambil alih kekuasaan dan berkuasa sampai saat ini sebagai Kepala Negara tersebut.



Nicholson mengungkapkan hasil penelitiannya, bahwa sistem hidup bersih dan bersahaja (zuhd) adalah dasar semua tarekat yang berbeda-beda itu. Semua pengikutnya dididik dalam disiplin itu, dan pada umumnya tarekat-tarekat tersebut walaupun beragam namanya dan metodenya, tapi ada beberapa ciri yang menyamakan:



1. Ada upacara khusus ketika seseorang diterima menjadi penganut (murid). Adakalanya sebelum yang bersangkutan diterima menjadi penganut, dia harus terlebih dahulu menjalani masa persiapan yang berat.



2. Memakai pakaian khusus (sedikitnya ada tanda pengenal)



3. Menjalani riyadlah (latihan dasar) berkhalwat. Menyepi dan berkonsentrasi dengan shalat dan puasa selama beberapa hari (kadang-kadang sampai 40 hari).



4. Menekuni pembacaan dzikir tertentu (awrad) dalam waktu-waktu tertentu setiap hari, ada kalanya dengan alat-alat bantu seperti musik dan gerak badan yang dapat membina konsentrasi ingatan.



5. Mempercayai adanya kekuatan gaib/tenaga dalam pada mereka yang sudah terlatih, sehingga dapat berbuat hal-hal yang berlaku di luar kebiasaan.



6. Penghormatan dan penyerahan total kepada Syeikh atau pembantunya yang tidak bisa dibantah.



Dari sistem dan metode tersebut Nicholson menyimpulkan, bahwa tarekat-tarekat sufi merupakan bentuk kelembagaan yang terorganisasi untuk membina suatu pendidikan moral dan solidaritas sosial. Sasaran akhir dari pembinaan pribadi dalam pola hidup bertasawuf adalah hidup bersih, bersahaja, tekun beribadah kepada Allah, membimbing masyarakat ke arah yang diridlai Allah, dengan jalan pengamalan syari'ah dan penghayatan haqiqah dalam sistem/metode thariqah untuk mencapai ma'rifah.



Apa yang dimaksud dengan kata ma'rifah dalam terma mereka ialah penghayatan puncak pengenalan keesaan Allah dalam wujud semesta dan wujud dirinya sendiri. Pada titik pengenalan ini akan terpadu makna tawakkal dalam tawhid, yang melahirkan sikap pasrah total kepada Allah, dan melepaskan dirinya dari ketergantungan mutlak kepada sesuatu selain Allah.



* Mantan Ketua MUI

Senin, 23 Mei 2011

Muhammad I,Tabah dan Berani

Sejarah Para Khalifah: Muhammad I, Tabah dan Berani
Selasa, 24 Mei 2011 07:31 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Muhammad bin Abdurrahman merupakan khalifah kelima Daulah Umayyah di Cordoba. Ia diangkat menggantikan ayahnya, Abdurrahman II pada usia 31 tahun. Dibanding para khalifah lain, masa jabatan Muhammad I terbilang lama. Ia memerintah selama 34 tahun.

Masa pemerintahannya sezaman dengan lima khalifah Abbasiyah di Baghdad, yaitu dari masa pemerintahan Al-Mutawakkil hingga Al-Mu’tamid. Hanya saja kalau di Baghdad sedang terjadi kemelut, maka di Cordoba sebaliknya. Di bawah pemerintahan Muhammad bin Abdurrahman, masyarakat hidup cukup tenang. Pemerintahan pun tampak stabil.

Meski demikian, bukan berarti era pemerintahan Khalifah Kelima Bani Umayyah ini bebas dari gejolak. Terutama yang muncul dari pihak luar. Sebagian ahli sejarah menganalisa, beragam gejolak ini muncul lantaran maraknya pernikahan ‘campuran’ Arab dan putri Barbar yang sering diposisikan sebagai budak. Perkawinan ini tidak hanya terjadi pada masyarakat bawah, tapi juga para pejabat dan pembesar pemerintah.

Selain itu, kemakmuran yang dirintis oleh Abdurrahman Ad-Dakhil ketika masuk ke Andalusia, melahirkan semangat baru berbagai pihak untuk menguasai daerah yang sudah dibebaskan umat Islam.

Musa bin Zayyad yang menjabat Gubernur Saragossa, ibukota Aragon, setelah berunding secara rahasia dengan penguasa Septemania pada 239 H, mengumumkan membebaskan diri dari kekuasaan pusat di Cordoba. Terjadilah kemelut di wilayah itu.

Raja Ordono I dari kerajaan Asturia-Leon selalu berharap dapat menguasai daerah Navarre dan Castile yang sebelumnya berhasil direbut oleh Abdurrahman II pada masa pemerintahan Raja Alfonso II. Sedangkan Raja Ramiro I tak berhasil merebutnya kembali dari tangan kaum Muslimin.

Setelah berunding berkali-kali, akhirnya Gubernur Toledo menyatakan bebas dari kekuasaan pusat dan bekerjasama dengan Raja Ordono I. Karenanya ketika Musa bin Zayyad maju ke Navarre, ia segera berhadapan dnegan pasukan Raja Ordono I. Pecah peperangan yang dikenal dengan Perang Clavijo. Pasukan Musa porak-poranda dan mundur kembali ke Aragon.

Kemenangan itu membangkitkan semangat Raja Ordono I untuk merebut wilayah Castile. Peperangan itu sekaligus memutuskan hubungan Cordoba dengan Castile. Raja Ordono I maju dengan pasukannya ke Castile dan berhasil menguasai daerah itu.

Mendengar berita itu, Khalifah Muhammad I segera mengirimkan pasukan. Ia sendiri memimpin pasukannya ke Toledo. Ini tentu saja sangat berbahaya, sebab jika Muhammad I tertawan atau terbunuh, maka berakhirlah riwayat kekuasaan Bani Umayyah di Andalusia.

Namun Muhammad I bukan baru pertama kali terjun langsung ke medan perang. Dengan taktik jitunya, ia berhasil menguasai Toledo.

Khalifah Muhammad I wafat sebelum sempat merebut wilayah Castile kembali. Ia meninggal pada usia 65 tahun pada 886 M. Ketabahan dan keberaniannya menyebabkan para ahli sejarah menyamakannya dengan Khalifah Walid bin Abdul Malik di Damaskus.

Redaktur: cr01
Sumber: Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni

Minggu, 22 Mei 2011

Abdurrahman II, pemimpin yang dicintai

Kisah Para Khalifah: Abdurrahman II, Pemimpin yang Dicintai
Senin, 23 Mei 2011 07:17 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, Pada usia 31 tahun ia dinobatkan sebagai penguasa tertinggi Andalusia menggantikan ayahnya, Hakam I bin Hisyam. Ia adalah khalifah keempat Dinasti Umayyah di Andalusia. Kenaikannya di tahta kerajaan diharapkan bisa melahirkan kembali harapan rakyat. Banyak yang tidak menyukai kepemimpinan ayahnya yang keras dan bertangan besi. Sebaliknya sejak muda Abdurrahman II sudah dicintai rakyat, baik lantaran sikapnya sehari-hari maupun kebijakan yang dia jalankan ketika mendapat tugas dari sang ayah. Pemerintahannya ditandai dengan dua hal. Pertama, peperangan ke luar daerah dan pengamanan dalam negara. Kedua, pembangunan besar-besaran dan pengembangan ilmu pengetahuan. Masa pemerintahannnya di Cordoba, bersamaan dengan masa kekuasaan Khalifah Al-Makmun di Baghdad. Pada masa itu, kekuasaan Daulah Abbasiyah juga mencapai puncaknya. Pada masa-masa berikutnya, ilmu pengetahuan berkembang pesat. Kecintaan rakyat tak hanya dari mereka yang beragama Islam. Ketika wafat, dia ditangisi oleh rakyat dari segala lapisan masyarakat. Bahkan orang-orang Yahudi dan Nasrani pun turut berduka cita atas kematiannya. Ketika ayahnya, Hakam I bin Hisyam masih, Abdurrahman II sering ditugaskan dalam sejumlah peperangan. Pada usia 18 tahun, ia sudah mengepalai pasukan untuk menghadapi kekuatan Raja Alfonso II yang ingin merebut pelabuhan Oporto dan Lisboa. Berbeda dengan ayahnya, ketika berhasil menaklukkan sebuah daerah, Abdurrahman II memperlakukan penduduknya dengan baik. Inilah yang menyebabkan masyarakat menyukai kepemimpinannya. Namun demikian, bukan berarti masa kepemimpinannya bebas dari kemelut. Hal itu disebabkan oleh beberapa kebijakan ayahnya yang tidak disenangi rakyat. Sejak pembunuhan massal yang dilakukan Khalifah Hakam I bin Hisyam, penduduk kota Toledo belum bisa memadamkan dendamnya. Karena itu, ketika melihat celah kelemahan Abdurrahman II, penduduk kota itu mulai menggerakkan pemberontakan. Aksi ini dipimpin oleh Hasyim Adh-Dharab. Menghadapi gejala itu, Khalifah Abdurrahman II segera mengirimkan pasukan untuk mengepung kota Toledo. Ia menggunakan taktik pengepungan jangka lama. Karena pengepungan ini benar-benar telah telah disiapkan sebelumnya, maka Abdurrahman II berhasil mengatasi kemelut di kota ini. Penduduk kota Toledo berhasil ditundukkan. Khalifah Abdurrahman II tergolong pemimpin yang berpandangan ke depan. Karenanya ia tidak menyerang wilayah Aragon dan Catalonia lantaran daerah tersebut sedang dalam konflik. Panglima Musa bin Musa dari Toledo akhirnya berhasil menaklukkan wilayah itu, bahkan membunuh Raja Alfonso II. Selanjutnya terjadi perselisihan antara Panglima Musa dan Khalifah Abdurrahman II. Khalifah mengutus Pangliman Al-Harits bin Yaziga untuk menghadapi Panglima Musa. Namun berkat bantuan Raja Ramiro I, Panglima Harits berhasil ditawan. Mendengar panglimanya diperlakukan seperti itu, Khalifah Abdurrahman II segera mengirim pasukan. Kali ini dipimpin langsung oleh putranya, Muhammad. Kota Toledo tak bisa bertahan. Penduduknya menyerah. Panglima Musa bukannya dipecat, tetapi dikukuhkan kembali sebagai gubernur wilayah itu. Selain melakukan penyebaran Islam ke luar, Abdurrahman II juga mengembangkan pembangunan dalam negeri. Ia membuat saluran irigasi, mengembangkan seni budaya dan memperbaiki sarana transportasi dan jalan. Khalifah Abdurrahman II pada usia 62 tahun. Masa pemerintahannya berlangsung selama 31 tahun.
Redaktur: cr01
Sumber: Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni

Hakam I bin Hisyam,Peletak sendi Pemerintahan

Kisah Para Khalifah: Hakam I bin Hisyam, Peletak Sendi Pemerintahan
Minggu, 22 Mei 2011 10:47 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Hakam bin Hisyam diangkat menjadi khalifah pada usia 23 tahun, menggantikan ayahnya, Hisyam bin Abdurrahman. Ia merupakan khalifah ketiga dalam sejarah Daulah Umayyah di Andalusia. Ia memerintah selama 27 tahun.

Ketika berita wafatnya Hisyam bin Abdurrahman dan pengangkatan Hakam bin Hisyam sampai ke telinga Gubernur Sulaiman dan Abdullah di Afrika Barat, keduanya segera bergerak menuju Andalusia.

Gubernur Abdullah berangkat lebih dahulu menuju Valencia melalui lautan. Di tempat itu ia disambut oleh penduduk kota dengan baik. Kemudian Gubernur Sulaiman segera menyusul menuju kota itu dan menjadikan Valencia sebagai markas. Penduduk kota Valencia dan sekitarnya menyatakan tunduk.

Mendengar berita ini, Khalifah Hakam I segera berangkat ke Valencia dengan pasukan besar. Perang saudara pun kembali pecah. Gubernur Sulaiman berhasil ditawan dan dijatuhi hukuman mati. Sedangkan Gubernur Abdullah meminta maaf dan diizinkan menetap di Valencia.

Pada tahun berikutnya, 797 Masehi, meletus pemberontakan di Toledo. Gerakan ini dilakukan oleh orang-orang Kristen yang dibantu kaum Yahudi. Khalifah Hakam segera mengirimkan pasukan besar dipimpin oleh Amrus bin Yusuf.

Kota benteng yang terkenal tangguh itu tak mampu bertahan menghadapi serangan pasukan Muslim. Prajurit yang ikut dalam penyerangan itu benar-benar terlatih. Setelah berhasil menjebol tembok benteng, mereka masuk bagai air bah. Kota Toledo berhasil dikuasai.

Kemampuan pasukan Hakam cukup menggentarkan nyali Raja Alfonso II yang belum lama memindahkan ibukota kerajaannya ke Leon. Ia pun segera meminta bantuan Raja Prancis Charlemagne di Achen yang masih menyimpan dendam atas serangan Khalifah Abdurrahman Ad-Dakhil. Karena itu, begitu ada tawaran dari Alfonso II, Charlemagne menyambut baik.

Beberapa tahun kemudian terjadi tragedi memilukan di Cordoba. Peristiwa ini bermula dari ketidakpuasan ulama terhadap Khalifah Hakam. Mereka menyusun kesepakatan untuk mencabut baiat dan mengangkat Muhammad bin Qasim yang masih keturunan Quraisy. Namun rencana itu berhasil diketahui khalifah, sekitar 72 tokoh disalib.

Panglima Amrus bin Yusuf kembali mendapat perintah untuk merebut Toledo. Setelah melakukan pengepungan cukup lama, akhirnya Toledo kembali berhasil dikuasai setelah sebelumnya dikuasai Alfonso II. Pasukan Alfonso II yang mempertahankan Toledo dibinasakan.

Khalifah Hakam masih menyimpan dendam pada pemuka penduduk Toledo yang berkhianat sehingga Alfonso II kembali merebut kota itu. Ia pun merencanakan tipu muslihat. Panglima Amrus yang telah diangkat sebagai gubernur berpura-pura menentang pemerintahan Hakam. Ia pun mulai melakukan pembangunan sesuai kehendak masyarakat.

Setelah berhasil mengalahkan sisa-sisa pasukan Alfonso II, tentara Hakam bergerak ke Toledo dan memasang tenda tidak jauh dari kota itu. Penduduk Toledo kembali dilanda kekhawatiran.

Dengan alasan untuk menghindari pertumpahan darah, Gubernur Amrus mengadakan pesta untuk mengundang pasukan Hakam. Para tokoh Toledo setuju. Para undangan berdatangan. Saat itulah Amrus menjalankan siasat khalifahnya. Para tamu diwajibkan melewati jalan yang berkelok-kelok secara berkelompok. Saat itulah para tokoh itu dibunuh. Peristiwa ini terjadi pada 807 M, yang sekaligus menjadi noda hitam di masa pemerintahan Hakam.

Akhir masa pemerintahan Hakam lebih banyak diwarnai pertempuran. Khalifah Hakam meninggal pada 822 M dalam usia 50 tahun. Ia merupakan penguasa tunggal yang berhasil meletakkan sendi-sendi pemerintahan dengan cara keras.





Redaktur: cr01
Sumber: Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni

Hisyam bin Abdurrahman,sengketa tiga saudara

Kisah Para Khalifah: Hisyam bin Abdurrahman, Sengketa Tiga Saudara
Jumat, 20 Mei 2011 16:17 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Menjelang wafatnya, Khalifah Abdurrahman Ad-Dakhil, menempatkan tiga putranya sebagai gubernur di kota besar terkenal saat itu. Putra tertuanya, Sulaiman, menjabat sebagai Gubernur Toledo. Putra keduanya, Hisyam, menjabat sebagai Gubernur Merida. Sedangkan putra bungsunya, Abdullah, menjabat sebagai sebagai Gubernur Valencia—sebuah kota pelabuhan yang cukup ramai.

Meskipun Hisyam lebih muda, namun dialah yang ditunjuk sebagai putra mahkota menggantikan ayahnya. Ketika sang ayah wafat, Gubernur Hisyam segera berangkat meninggalkan Merida menuju Cordoba.

Ia pun segera menerima baiat dari para pembesar ibukota dan dinobatkan sebagai khalifah kedua Daulah Umayyah di Andalusia. Dalam sejarah, ia dikenal dengan sebutan Hisyam I, yang memegang kekuasaan dalam usia 23 tahun.

Merasa dirinya putra tertua, Sulaiman tidak menerima sang adik dinobatkan sebagai khalifah. Ia merasa dirinya lebih berhak. Niatnya untuk memberontak semakin besar saat Gubernur Valencia Abdullah, memberikan dukungan. Abdullah datang ke Toledo dengan pasukan perang.

Mendengar aksi itu, Khalifah Hisyam segera menyiapkan pasukan dan berangkat menuju Toledo. Ia mengepung kota yang terkenal kokoh itu. Gubernur Sulaiman menggunakan kesempatan itu untuk berangkat ke Cordoba yang menurutnya kosong. Ia berharap petinggi ibukota segera membaiatnya.

Sulaiman menyerahkan pimpinan kota pada adik dan putranya. Ia sendiri berhasil keluar dari kepungan pasukan Khalifah Hisyam dengan diam-diam. Bersama pasukan kecil ia berangkat ke Cordoba.

Namun sayang, keinginannya untuk memasuki Cordoba gagal. Penduduk kota itu masih setia pada Khalifah Hisyam. Gubernur Sulaiman terpaksa kembali ke Toledo.

Pengepungan berlangsung selama dua bulan. Karena tak membawa hasil, akhirnya Khalifah Hsiyam memerintahkan pasukannya untuk kembali ke Cordoba. Namun demikian, ia sudah berhasil menunjukkan kekuatannya pada saudara tuanya, Sulaiman.

Sementara itu, Gubernur Abdullah pun kembali ke Valencia. Ia berpikir ulang untuk memusuhi saudaranya itu. Akhirnya ia memutuskan untuk berdamai. Bersama pasukannya ia berangkat ke Cordoba. Niat baiknya diterima oleh Khalifah Hisyam.

Namun Gubernur Sulaiman tetap bersikeras tak mau berdamai. Karena itu, Khalifah Hisyam segera mengerahkan pasukan di bawah pimpinan putranya, Muawiyah. Pertempuran pun pecah. Gubernur Sulaiman terdesak. Ia pun melarikan diri ke Valencia dan menyusun kekuatan bersama suku Barbar.

Lambat laun, Sulaiman merasa tidak sanggup menghadapi saudaranya itu. Berlangsunglah perdamaian. Sulaiman bersedia keluar dari Andalusia menuju Afrika Barat dan menetap di sana bersama suku Barbar. Dari Khalifah Hisyam ia menerima 60.000 dinar sebagai bagian dari hak warisnya. Ia pun menetap di daerah Maroko bersama pendukungnya.

Pada 788 M, di kota Saragossa dan Uesca di wilayah Aragon, muncul pemberontakan. Aksi ini bermula dari kota Barcelona yang digerakkan oleh Matruh bin Sulaiman.

Setelah berhasil mengatasi konflik dengan dua saudaranya, Khalifah Hisyam segera mengutus Panglima Ubaidillah bin Utsman untuk mengepung Saragossa. Matruh bin Utsman berhasil ditangkap dan dibunuh.

Selain berhasil memadamkan pemberontakan-pemberontakan itu, Khalifah Hisyam juga mampu menciptakan keamanan dan ketertiban. Kebijakannya yang baik membuat para sejarawan sering menyandingkannya dengan nama Umar bin Abdul Azis.

Khalifah Hisyam juga menyelesaikan pembangunan Masjid Agung Cordoba yang dirintis ayahnya. Jasanya yang terbilang adalah pesatnya perkembangan ilmu dan penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa resmi.

Khalifah Hisyam wafat pada usia 31 tahun. Masa pemerintahannya berlangsung selama 7 tahun 7 bulan. Kendati demikian, namanya tetap harum dan menjadi buah bibir penduduk Andalusia.




Redaktur: cr01
Sumber: Kisah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni

Hisyam bin Abdurrahman,sengketa tiga saudara

Kisah Para Khalifah: Hisyam bin Abdurrahman, Sengketa Tiga Saudara
Jumat, 20 Mei 2011 16:17 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Menjelang wafatnya, Khalifah Abdurrahman Ad-Dakhil, menempatkan tiga putranya sebagai gubernur di kota besar terkenal saat itu. Putra tertuanya, Sulaiman, menjabat sebagai Gubernur Toledo. Putra keduanya, Hisyam, menjabat sebagai Gubernur Merida. Sedangkan putra bungsunya, Abdullah, menjabat sebagai Gubernur Valencia—sebuah kota pelabuhan yang cukup ramai.

Meskipun Hisyam lebih muda, namun dialah yang ditunjuk sebagai putra mahkota menggantikan ayahnya. Ketika sang ayah wafat, Gubernur Hisyam segera berangkat meninggalkan Merida menuju Cordoba.

Ia pun segera menerima baiat dari para pembesar ibukota dan dinobatkan sebagai khalifah kedua Daulah Umayyah di Andalusia. Dalam sejarah, ia dikenal dengan sebutan Hisyam I, yang memegang kekuasaan dalam usia 23 tahun.

Merasa dirinya putra tertua, Sulaiman tidak menerima sang adik dinobatkan sebagai khalifah. Ia merasa dirinya lebih berhak. Niatnya untuk memberontak semakin besar saat Gubernur Valencia Abdullah, memberikan dukungan. Abdullah datang ke Toledo dengan pasukan perang.

Mendengar aksi itu, Khalifah Hisyam segera menyiapkan pasukan dan berangkat menuju Toledo. Ia mengepung kota yang terkenal kokoh itu. Gubernur Sulaiman menggunakan kesempatan itu untuk berangkat ke Cordoba yang menurutnya kosong. Ia berharap petinggi ibukota segera membaiatnya.

Sulaiman menyerahkan pimpinan kota pada adik dan putranya. Ia sendiri berhasil keluar dari kepungan pasukan Khalifah Hisyam dengan diam-diam. Bersama pasukan kecil ia berangkat ke Cordoba.

Namun sayang, keinginannya untuk memasuki Cordoba gagal. Penduduk kota itu masih setia pada Khalifah Hisyam. Gubernur Sulaiman terpaksa kembali ke Toledo.

Pengepungan berlangsung selama dua bulan. Karena tak membawa hasil, akhirnya Khalifah Hsiyam memerintahkan pasukannya untuk kembali ke Cordoba. Namun demikian, ia sudah berhasil menunjukkan kekuatannya pada saudara tuanya, Sulaiman.

Sementara itu, Gubernur Abdullah pun kembali ke Valencia. Ia berpikir ulang untuk memusuhi saudaranya itu. Akhirnya ia memutuskan untuk berdamai. Bersama pasukannya ia berangkat ke Cordoba. Niat baiknya diterima oleh Khalifah Hisyam.

Namun Gubernur Sulaiman tetap bersikeras tak mau berdamai. Karena itu, Khalifah Hisyam segera mengerahkan pasukan di bawah pimpinan putranya, Muawiyah. Pertempuran pun pecah. Gubernur Sulaiman terdesak. Ia pun melarikan diri ke Valencia dan menyusun kekuatan bersama suku Barbar.

Lambat laun, Sulaiman merasa tidak sanggup menghadapi saudaranya itu. Berlangsunglah perdamaian. Sulaiman bersedia keluar dari Andalusia menuju Afrika Barat dan menetap di sana bersama suku Barbar. Dari Khalifah Hisyam ia menerima 60.000 dinar sebagai bagian dari hak warisnya. Ia pun menetap di daerah Maroko bersama pendukungnya.

Pada 788 M, di kota Saragossa dan Uesca di wilayah Aragon, muncul pemberontakan. Aksi ini bermula dari kota Barcelona yang digerakkan oleh Matruh bin Sulaiman.

Setelah berhasil mengatasi konflik dengan dua saudaranya, Khalifah Hisyam segera mengutus Panglima Ubaidillah bin Utsman untuk mengepung Saragossa. Matruh bin Utsman berhasil ditangkap dan dibunuh.

Selain berhasil memadamkan pemberontakan-pemberontakan itu, Khalifah Hisyam juga mampu menciptakan keamanan dan ketertiban. Kebijakannya yang baik membuat para sejarawan sering menyandingkannya dengan nama Umar bin Abdul Azis.

Khalifah Hisyam juga menyelesaikan pembangunan Masjid Agung Cordoba yang dirintis ayahnya. Jasanya yang terbilang adalah pesatnya perkembangan ilmu dan penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa resmi.

Khalifah Hisyam wafat pada usia 31 tahun. Masa pemerintahannya berlangsung selama 7 tahun 7 bulan. Kendati demikian, namanya tetap harum dan menjadi buah bibir penduduk Andalusia.




Redaktur: cr01
Sumber: Kisah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni

Abdurrahman Ad-Dakhil...sang penaluk Andalusia

Sejarah Para Khalifah: Abdurrahman Ad-Dakhil, Sang Penakluk Andalusia
Kamis, 19 Mei 2011 07:18 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, Setelah menggulingkan Daulah Umayyah yang telah berkuasa selama 90 tahun, orang-orang Abbasiyah mengeluarkan perintah pada tahun 750 M untuk mengikis habis orang-orang yang ada kaitannya dengan Dinasti Umayyah. Mata-mata pun disebar ke seluruh pelosok negeri unuk mencari jejak mereka. Hanya segelintir orang yang selamat dari tebasan pedang tentara Abbasiyah. Di antaranya seorang pemuda berusia 19 tahun, yaitu Abdurrahman bin Muawiyah bin Hisyam bin Abdul Malik.

Ia lari dari Irak, mengarungi gurun Syria menuju Palestina. Kemudian menyeberangi gurun Sinai ke Mesir, lalu melewati beberapa wilayah Afrika menuju Andalusia (Spanyol) yang telah ditaklukkan oleh nenek moyangnya dari Dinasti Umayyah.

Abdurrahman memasuki Andalusia hanya diikuti oleh 400 budak yang setia pada Bani Umayyah. Ada yang mengatakan, ketika dia mendarat pada 755 M, pasukan tentara Syam menghadiahkan seorang budak perempuan yang sangat cantik. Ketika melihat dan memerhatikan kecantikannya, dia berkata, “Sesungguhnya hati dan mata ini telah sepakat. Jika aku meninggalkan perempuan ini, maka berarti aku telah menzaliminya. Namu jika aku sibuk dengan perempuan ini, maka aku menzalimi kepentinganku. Karena itu, aku tidak memerlukannya.” Kemudian dia mengembalikan perempuan itu kepada mereka.

Tatkala barisan tentaranya dirasakan sudah banyak pengikutnya, Abdurrahman mulai merangkak menyerang Cordoba. Dia berhasil menaklukkan kota itu dan menjadikannya sebagai ibukota kerajaan. Namun tak lama setelah itu Andalusia dilanda pergolakan terus-terus yang dipelopori oleh orang Yamaniyun (Arab Selatan) dan bangsa Barbar.

Pada saat yang sama, Khalifah Al-Manshur mengirimkan bala tentaranya yang terdiri dari para budak belian yang setia kepada Daulah Abbasiyah untuk mengembalikan Andalusia ke tangan mereka. Lagi-lagi, Abdurrahman mampu memadamkan berbagai pergolakan tersebut, serta memukul mundur tentara Al-Manshur.

Tatkala Harun Ar-Rasyid memegang kendali pemerintahan di Baghdad, Charlemagne (Raja Prancis), dengan leluasa memerangi musuhnya di Andalusia, karena Harun Ar-Rasyid sedang memerangi Byzantium, musuh Charlemagne. Raja Prancis itu menyeberangi gunung Brawns untuk menyerang Abdurrahman. Namun karena ada berita kekacauan yang melanda imperiumnya, dia terpaksa kembali lagi dan urung menyerang Andalusia.

Kekalahan Prancis membuat Abdurrahman Ad-Dakhil tenang. Tatkala memasuki Andalusia, ia menemukan bahwa tentaranya telah diatur sesuai dengan cara yang berlaku dalam kabilah Badui. Dia kemudian membangun angkatan bersenjata yang teratur yang jumlahnya tidak kurang dari empat puluh ribu personil. Dia sadar bahwa Andalusia sangat mungkin diserang dari tiga arah di lautan. Oleh sebab itu, dia kemudian membangun armada perang laut yang tergolong sebagai armada yang pertama kali di Andalusia. Armada inilah yang pada zaman Abdurrahman III menjadi armada perang laut terkuat di Barat dan Laut Tengah.

Pada zamannya pula, Andalusia mencapai pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi, dan perkembangan peradaban yang sangat pesat. Tampaknya dia telah menyiapkan hal itu dalam masa yang cukup lama. Suatu kemajuan yang belum pernah dicapai oleh Andalusia sebelumnya. Cordoba bersaing dengan Konstantinopel dan Baghad dari segi kemegahan, kemewahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan seni. Cordoba dikenal sebagai Pengantin Andalusia dan Permata Dunia.

Tiga tahun sebelum meninggal dunia, Abdurrahman merenovasi dan memperluas bangunan Masjid Cordoba. Atapnya disangga oleh tiang-tiang besar yang berjumlah 1293 tiang. Dia laksana Ka’bah kaum Muslimin di dunia Islam bagian barat. Hingga kini masjid itu masih berdiri megah. Ia termasuk tempat yang paling banyak dikunjungi oleh para wisatawan setelah Istana Al-Hamra, sebagai peninggalan sejarah yang menarik.

Selain itu, Abdurrahman juga dikenal sebagai seorang penyair dan orator ulung. Meskipun sejarah menyebutkan bahwa dia adalah pemuda terusir, namun dengan ketegaran dan kemauan kerasnya ia berhasil mendirikan Daulah Umayyah II yang mampu bertahan hingga 1031 M. Dia mampu mengatasi serangan dari dua kekuatan besar di Timur dan Barat, Harun Ar-Rasyid dan Charlemagne.

Setelah memerintah selama 32 tahun, Abdurrahman Ad-Dakhil meninggal pada 172 H dalam usia 61 tahun. Dari seorang pelarian politik, ia menjadi penguasa yang disegani kawan dan lawan.





Redaktur: cr01
Sumber: Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni

Share1