Minggu, 22 Januari 2012

penyebaran salafiyah

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Heri Ruslan

Sebagai sebuah ajaran dan sekaligus gerakan, Salafiyah menyebar ke berbagai negara di dunia Muslim. Di setiap wilayah, gerakan Salafiyah yang diusung para ulama dan intelektual memiliki fokus perjuangan yang berbeda-beda.

Di Aljazair, Ibnu Badis fokus pada reformasi di bidang pendidikan. Hal itu dilakukan sebagai upaya untuk melawan kebijakan penjajah Prancis yang cenderung merugikan umat Islam di wilayah itu. Ibnu Badis juga menggunakan Salafiyah sebagai sarana untuk menyelamatkan identitas nasional, serta memerangi tarekat sufi.

‘’Bersama ulama reformis lainnya, Ibnu Badis mendirikan Perhimpunan Ulama Aljazair,’’ tutur John L Esposito. Peran gerakan Salafiyah di negara itu sangat menonjol dalam memperjuangkan kemerdekaan.

Gerakan neo-Salafiyah juga muncul di Maroko pada abad ke-19. Adalah Abu Syu’aib Al-Dukkali dan Muhammad Ibnu Al-Arabi Al-Alawi yang memimpin gerakan reformasi itu. Gerakan itu juga banyak berjasa dalam perjuangan meraih kemerdekaan Maroko lewat partai politik yang didirikan para pemimpin Salafiyah.

Di Tunisia, pada awal abad ke-19 M, gerakan Salafiyah juga berkembang di bawah beberapa ulama , seperti Basyir Shafar, Muhmamad Al-Tahir ibn Asyur, Muhammad Fadhil Ibnu Asyur, serta Abdul Aziz Al-Tsa’alibi. Di negara itu, Partai Destour adalah penganjur Salafiyah dan reformasi Islam.

Di India, Sayyid Ahmad Khan (1817-1898) juga menggelorakan gerakan modernisme Islam. Gerakan itu berdampak besar bagi reformasi di kalangan Muslim India. Di negeri Hindustan juga muncul intelektual yang mendukung gerakan Salafiyah lainnya bernama Muhammad Iqbal (1875-1938. Ia berupaya memadukan pendidikan Islam dan Barat untuk mengatasi keterpurukan yang dihadapi umat Islam.

Gerakan Salafiyah di Indonesia banyak dipengaruhi oleh ide dan gerakan pembaruan Muhammad ibnu ‘Abd al-Wahhab di Jazirah Arab. Menurut Ensiklopedi Islam, ide-ide Salafiyah pertama kali dibawa masuk ke kawasan Nusantara oleh beberapa ulama asal Sumatera Barat pada awal abad ke-19 M, yang kemudian melahirkan gerakan kaum Padri yang berlangsung dari 1803 hingga 1832. Salah satu tokoh utamanya adalah Tuanku Imam Bonjol.

Ide dan gagasan Salafiyah juga turut mempengaruhi lahirnya sejumlah organisasi Islam di Indonesia, seperti Muhammadiyah, Persis, serta Al-Irsyad. Ormas Islam itu terbilang konsen menyuarakan pentingnya kembali kepada Alquran dan Sunah. Memberantasan takhayul, bidah dan khurafat merupakan isu utama yang juga diusung ormas tersebut, pada awal berdirinya.

Redaktur: Heri Ruslan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar